Lihat ke Halaman Asli

Ironi di Balik Kasus Pelecehan Seksual: Salahkah Pakaian atau Benahi Pikiran?

Diperbarui: 20 April 2024   18:28

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: Suara.com/Ema Rohimah 

Pelecehan seksual. Dua kata tersebut seperti tiada habisnya menjadi pembahasan sejak dahulu. Terkadang apabila mendengar kasus tersebut, masih banyak yang berprasangka terlebih dahulu mengenai pakaian korban seakan-akan semua kesalahan terjadi disebabkan karena korban yang tak mampu menjaga diri hingga pada akhirnya masyarakat tidak fokus terhadap kejahatan pelaku. Pelecehan seksual tak memandang bulu, setiap insan berpotensi mengalaminya baik itu anak-anak, wanita, pria, bahkan lansia sekalipun. 

Tidak terkecuali seseorang yang memakai kostum maskot bobba. Saat pertama kali melihat berita tersebut, hanya satu kata yang terlintas di pikiran saya, yaitu miris.

Sumber: twitter.com/@txtfrombrand

Pada awalnya, sebuah akun TikTok bernama Bobba si Maskot Capsen mengunggah konten yang katanya “mengundang” para netizen. Hal itu menjadikan akun tersebut ramai menjadi perbincangan sana-sini. Dan ternyata setelah ditelusuri, terdapat seorang karyawan yang awalnya berniat untuk mempromosikan produknya dengan cara menjadi maskot bobba, lalu secara kebetulan ada bagian tubuh di balik maskotnya yang sedikit terekspos ketika menunduk. Dan dari situlah, banyak komentar tidak senonoh yang mengarah pada pelecehan hingga objektifikasi.

Sumber: twitter.com/@txtfrombrand

Berpihak Pada Korban, Pakaian Tidak Bisa Menjustifikasi Tindakan Pelecehan

Masih banyak orang-orang yang beranggapan bahwa pelecehan seksual hanya ketika bagian tubuh korban tersentuh oleh pelaku. Padahal nyatanya, pelecehan seksual dapat berupa verbal dan hal itulah yang tidak disadari oleh mereka. Dengan ringannya mereka mengeluarkan perkataan-perkataan tidak senonoh pada korban yang tidak bersalah. Bila kita pikirkan, apa yang salah dengan kostum maskot bobba? Bahkan terlihat di balik kostum maskotnya, korban juga hanya memakai kemeja berkerah biasa yang tentu saja sudah sangat sopan dan tidak mengundang. Tetapi hanya karena dirinya sedang membuat konten demi melariskan produknya dan tidak sengaja terlihat bagian privatnya yang bahkan hanya sepersekian detik, para makhluk tak beradab dengan otak kotornya itu langsung menghujaninya dengan kata-kata tak pantas. Sudah pasti mereka tidak pernah memikirkan dampak psikis yang dirasakan terhadap korban.

Saat ini sudah ada undang-undang yang mengatur kita untuk dapat berlaku bijak ketika bersosial media serta sanksi apabila melanggarnya. Namun sulitnya, manusia-manusia bersumber daya rendah di negara ini tidak kalah banyaknya. Jika hal tersebut sudah terjadi, pada akhirnya korban yang dituntut untuk menjaga diri, memakai pakaian sesopan mungkin walau pada akhirnya tetap kena juga. Padahal seharusnya orang-orang dengan pola pikir kotor seperti itu yang diedukasi, bukannya malah para korban yang membatasi diri. Tak pernah terbayangkan apabila pada akhirnya perempuan di balik kostum bobba tersebut yang harus meminta maaf. Betul, ia membuat konten permintaan maaf dan bertekad untuk lebih hati-hati ke depannya, sungguh tidak habis pikir.

Sumber: twitter.com/@txtfrombrand

Video di bawah ini menjadi bukti lain yang memperlihatkan bahwa pelecehan seksual terjadi bukan semata-mata karena pakaian korban. Bisa kita lihat bahkan sebagian besar pakaian yang para korban kenakan adalah pakaian sopan nan tertutup. Dengan itu, apakah kita masih bisa menyalahkan korban atas pakaian yang mereka kenakan?

Lemahnya Perlindungan untuk Para Korban, Jadi Harus Kemana Lagi Mereka Mencari Tempat Ter-aman?

Pada intinya, kasus pelecehan seksual yang terjadi di negeri ini belum sepenuhnya dapat teratasi. Meskipun telah ada upaya-upaya untuk mengatasi masalah ini, namun kenyataannya, masih banyak celah dan kelemahan dalam sistem perlindungan yang membuat korban sulit untuk mendapatkan keadilan dan pemulihan yang layak.

Dari perspektif hukum, meskipun sudah ada undang-undang yang melarang pelecehan seksual, namun implementasinya masih seringkali kurang efektif. Banyak korban yang menghadapi kesulitan dalam melaporkan kasus mereka, baik karena ketakutan, tekanan sosial, atau kurangnya dukungan dari sistem hukum itu sendiri. Selain itu, masih ada stigma dan diskriminasi terhadap korban pelecehan seksual yang dapat menghambat proses peradilan dan pemulihan korban seperti yang sudah dijabarkan di atas tadi.

Memperkuat perlindungan terhadap korban pelecehan seksual adalah tugas bersama kita sebagai masyarakat yang ingin hidup secara tenang dan damai. Sebetulnya hanya dengan kerjasama dan komitmen dari semua pihak, kita dapat menciptakan lingkungan yang aman dan mendukung bagi semua individu, tanpa terkecuali.

Meiha Bintang Prudence, Mahasiswa Program Studi Hubungan Masyarakat dan Komunikasi Digital, Universitas Negeri Jakarta Angkatan 2022




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline