Lihat ke Halaman Asli

Masykur Mahmud

TERVERIFIKASI

A runner, an avid reader and a writer.

Apakah Kita Bisa Mengontrol Alur Pikiran?

Diperbarui: 12 September 2022   13:36

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi seseorang sedang terpuruk. Www.freepik.com

Ijinkan saya memulai tulisan ini dengan memberikan dua ilustrasi cerita: Si A dan si B.

Si A memiliki seorang anak yang sangat pinter. Apapun kebutuhan anak kerap ia penuhi karena rasa sayangnya kepada anak. Suatu hari saat mengantar anaknya, sebuah motor melaju dengan kecepatan tinggi dan tanpa kendali menabrak sang anak. 

Segera si A menelpon ambulan dan menemani anaknya ke rumah sakit. Ternyata, setelah menjalani beberapa pengecekan resmi dengan alat medis, sang dokter memvonis bahwa anak si A memiliki harapan hidup yang sangat tipis, kalaupun bisa hidup ia tidak bisa berjalan lagi seumur hidupnya. 

Walau dalam keadaan yang begitu terpuruk, si B tidak sekalipun menuntut penabrak anaknya dan tetap fokus untuk merawat sang buah hati, bahkan ia rela mencari rumah sakit yang lebih baik untuk menemukan alternatif lain yang lebih baik untuk anaknya. 

Cerita kedua

Si B adalah pengusaha sukses di kotanya. Suatu hari orang terdekatnya membawa kabur uang yang telah ia kumpulkan selama 20 tahun. Jumlahnya tentu saja tidak sedikit, total kerugian yang ia alami  setara dengan 90% aset yang selama ini ia kumpulkan. Lalu, ia menyalahkan dirinya karena percaya begitu saja kepada orang terdekat, akhirnya si B jatuh miskin dalam sekejap. 

Anak-anaknya yang terbiasa hidup serba ada kini harus keluar dari rumah mewah dan mau tidak mau menetap di rumah kontrakan yang kecil. Setiap harinya si B terus menyalahkan keadaan dan mencari tahu keberadaan bawahannya yang membawa kabur uang miliknya.

Nah, dari dua cerita ini, kira-kira mana yang lebih baik, si A atau si B? siapakah diantara kedua orang ini yang lebih mudah memperbaiki keadaan?

Pikiran kita pada hakikatnya bisa membawa kita untuk fokus pada solusi atau terpenjara dalam masalah. 

Cara kita mengarahkan pikiran akan membawa kita untuk menemukan solusi atau selamanya terfokus pada titik masalah. Keduanya ibarat sebuah kompas yang memberi petunjuk yang benar atau arah yang salah.

Kita terkadang tidak menyadari efek negatif yang muncul karena cara kita berpikir. Pada dua contoh diatas, si A mengarahkan pikirannya pada solusi, sementara si B condong fokus pada masalah.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline