Lihat ke Halaman Asli

masya ruhulessin

Penulis Konten di Kompas.com

Bukan Gajah, Manusia yang Seharusnya Mengalah!

Diperbarui: 2 Oktober 2025   21:44

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gajah Sumatera. Sumber gambar: WWF Indonesia

Pada Senin, 22 September 2025 lalu, sejumlah rumah di Kecamatan Bandar Negeri Suoh, Kabupaten Tanggamus, Lampung, rusak karena amukan kawanan gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus). Pasca kejadian tersebut, penduduk setempat masih ketakutan bahkan memilih untuk mengungsi sementara ke tempat yang dirasa lebih aman. 

Ini bukan pertama kalinya konflik antara manusia dan gajah terjadi. Tahun lalu, di kecamatan yang sama, tepatnya pada Senin (30/12/2024) dini hari, seorang warga harus meregang nyawa pasca diinjak oleh gajah. Serangkaian konflik telah terjadi di wilayah Kabupaten Tanggamus. Kabupaten ini diketahui berada dekat dengan wilayah hutan lindung serta Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS).

Berdasarkan data dari Pemerintah Provinsi Lampung sepanjang periode tahun 2021-2025, tercatat ada 1.658 kasus konflik antara satwa liar dengan manusia. Dari ribuan kejadian tersebut, sebanyak 9 orang meninggal dunia dan 14 orang lainnya mengalami cedera. 

Namun, konflik ini bukan hanya merugikan manusia. Gajah juga menjadi korban. Ratusan Gajah Sumatera ditemukan mati dan mengalami cedera dalam lima tahun terakhir. Saat ini, International Union for Conservation of Nature (IUCN) mengkategorikan Gajah Sumatera dalam status Sangat Terancam Punah (Critically Endangered/CR). Status ini ditetapkan pasca penurunan jumlah spesies yang drastis 25 tahun terakhir.

Siapa yang Salah?

Sama seperti spesies lainnya di dunia, Gajah Sumatera sudah lebih dulu menguasai hutan-hutan yang ada di Pulau Sumatera. Kedatangan transmigran dari Pulau Jawa kemudian mengubah segalanya. Terjadinya pembukaan lahan yang masif, baik untuk keperluan tempat tinggal dan pertanian lantas membuat habitat gajah semakin tergusur. Ribuan hektar lahan di Pulau Sumatera berkurang setiap tahunnya. Belum lagi, hewan yang memiliki berat rata-rata 2,5 ton ini harus menghadapi perburuan liar. Gading mereka diburu karena memiliki harga jual yang fantastis di pasaran. 

Padahal gajah memiliki peran penting untuk keberlangsungan ekosistem. Gajah merupakan hewan herbivora yang mendedikasikan hidup mereka untuk makan. Dalam satu hari, satu ekor gajah dewasa bisa menghabiskan hingga 300 Kg pakan. Setelah itu, lewat kotorannya gajah akan menyebar biji tumbuh-tumbuhan ke berbagai titik. 

Dengan semakin sempitnya ruang lingkup untuk mencari makan di habitatnya, gajah tentu akan mencari sumber makanan lain. Kebun milik warga di sekitar habitatnya yang kemudian menjadi sasaran empuk. Umumnya, semua hewan termasuk gajah, tidak akan menyerang manusia jika merasa aman. Biasanya, serangan akan dilancarkan saat mereka merasa takut, terncam atau tergangu. 

Manusia di sisi lain, tentu mengklaim tanah yang ia tempati sebagai miliknya. Terlebih jika ada kegiatan usaha yang berimplikasi untuk meningkatkan nilai ekonomi. Mau tak mau mereka menuntut agar gajah yang mengalah. 

Pada tahun 1982 hingga 1984, kurang lebih 200 ekor gajah dari  berbagai wilayah di Lampung telah digiring menuju Way Kambas demi meminimalkan konflik dengan manusia. Upaya lain seperti membuat jalur baru untuk dilintasi gajah pun telah banyak dibuat. Ada juga pemasangan GPS yang bertujuan untuk memantau pergerakan gajah agar bisa dihalau dan tidak masuk ke pemukiman manusia. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline