Saya tak hendak meminta belas kasihan. Apalagi sekedar curhat agar mendapat perhatian. Tapi ini memang sepenggal kisah sedih yang tertahan, karena keadaan.
Delapan atau sembilan tahun yang lalu, saat putri sulung saya memasuki SMP, kondisi ekonomi keluarga kami hanya pas-pasan. Saya berjualan hanya cukup untuk makan dan sekedar memutar modal untuk kulakan.
Putri kami menggunakan sepatu dari sekolah SD. Memang sengaja kami belikan yang agak longgar biar lebih lama masa pakainya.
Saat masuk sekolah pertama kali belum ada yang memperhatikan. Tapi pada hari betikutnya anak-anak yang memakai sepatu selain warna hitam tak boleh mengikuti pelajaran.
Putri saya pulang dengan menangis. Ia merengek minta dibelikan sepatu baru.
Padahal kami sedang tak punya uang. Meminjam tetangga juga akan menjadi beban.
Saya masih punya sepatu bertali tapi berwarna putih. Apa boleh sepatu saya pun disemprot menggunakan pilox hitam.
Satu dua minggu sepatu masih bertahan dengan warna hitam. Tapi makin lama makin pudar dan terlihat warna aslinya.
Putri saya kembali disuruh pulang, pokoknya sekolah tak mau tahu, yang penting sepatu harus hitam.
Saat putri saya pulang, saya ikut menangis, mengapa sebagai orang tua saya tak mampu membelikan sepatu?
Salah seorang tetangga saya ada mengetahui keadaan saya. Kemudian orang baik hati ini meminjamkan sepatu anaknya Yang berwarna hitam. Tapi sayang ukurannya kekecilan. Sehingga tak jadi dipinjamkan.
Hari itu juga saya mencoba mencari ke tukang loak, di pasar Peterongan. Saya belikan putri saya sepatu bekas dengan modal jualan.