Lihat ke Halaman Asli

Ahmad Indra

TERVERIFIKASI

Swasta

Jenuh Karena Beban Kerja Sama dengan Tak Bersyukur(?)

Diperbarui: 2 Juli 2019   19:44

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kopiku tumpah, begitu pula kerjaan | Foto: Dokpri

Petang itu, seperti biasa, Badrun kirim pesan lewat whatsapp ke istrinya. "Aku lembur ma, thole sama genduk dah makan?"

Meski istrinya sudah berkali-kali ditinggalnya lembur, dia masih merasa perlu memberi kabar kalau akan pulang telat. Supaya nggak bertanya-tanya saja.

Pria 36,5 tahun itu adalah seorang karyawan di sebuah perusahaan yang tengah berkembang pesat. Bergerak di bidang telekomunikasi, kantornya untuk ke sekian kali mendapat proyek yang berskala besar. Sebagai konsekuensinya, para karyawan terutama yang bergerak di lapangan harus berjibaku berlomba dengan waktu untuk menjaga ritme pekerjaan agar on schedule sebagaimana yang ditargetkan klien.

Tak pelak, hal itu merembet pula ke departemen tempat Badrun bernaung. Meski berada di belakang meja, dia yang 7 tahun lalu masih bekerja selayaknya rekan-rekannya yang kini masih berkutat di lapangan itu, harus pula menikmati segala rush hour dan beban kerja yang ada.

Ada kalanya semua itu berjalan seperti biasa, cukup dinikmatinya saja. Namun apa daya, kadang dia merasa seperti berdiri di tengah-tengah ramainya gerbong KRL yang dia sendiri enggan memasuki. Pengap, sesak dan ingin segera keluar menikmati udara bebas.

"Tentu bukan hal yang mudah untuk mereduksi kejenuhan di tengah penyanderaan yang dilakukan oleh statusnya yang bisa dibilang sebagai comfort zone. Kemungkinan paling dicadangkan yakni mundur dari tempat kerja untuk saat ini sepertinya bukanlah sebuah solusi."

Sekonyong-konyong dia pun ingat dengan kata-kata gurunya waktu SMP yang membahas sebuah hukum ekonomi.

"Jadi Hukum Gossen I menyatakan bahwa jika pemuasan keperluan terhadap suatu jenis benda tertentu dilakukan secara terus menerus, maka kenikmatannya akan terus berkurang sampai akhirnya mencapai suatu kejenuhan", begitu kira-kira bunyinya.

Lalu Badrun dengan serampangan mencoba mengkoneksikan antara keduanya. "Kerjaan kalau terlalu frekuentatip dan buanyak, lama-lama jenuh juga yak. Tapi bukan karena tak bersyukur. Antara bersyukur dan merasa capek karena beban kerja yang tinggi itu ya jelas beda", begitu kata hatinya.

Dan kemudian dia pun ingat apa kata dosennya saat kuliah yang mengampu mata kuliah Beton Bertulang. "Struktur akan mulai mengalami crack salah satunya jika tulangan yang ada di dalamnya sudah tak dapat menanggung gaya tarik yang dibebankan pada dasar struktur tersebut sehingga mencapai titik leleh", begitu kira-kira rekonstruksi kalimat pak dosen yang melintas di benaknya.

Besi saja bisa rontok kalau overloaded, apalagi hati...yaaak, elaaaah.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline