Lihat ke Halaman Asli

FX Aris Wahyu Prasetyo Saris

Menikmati menulis dan membaca dalam bertualang makna kehidupan menuju kebijaksanaan abadi.

Setelah Senja (66): Menata Puzzle Kehidupan

Diperbarui: 10 April 2021   04:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi. www.pinterest.com

Pengalaman pahit akan tetap pahit tatkala pikiran terus mengenangnya sebagai kepahitan hidup. Kekuatan pikiran adalah obat utama dalam menata kembali memori yang berantakan menjadi puzzle kehidupan yang penuh harapan pada masa depan. Manusia tidak bisa mengubah apa-apa, kecuali dirinya sendiri.

Aku mungkin tidak akan pernah mengerti ketika ada orang bilang, "Hidup itu mudah". Karena menurutku, hidup itu gak pernah dan tidak akan pernah menjadi sesuatu yang mudah. Bisa dibilang hidupku seperti buku yang sudah lama selesai dibaca oleh pemiliknya. Berdebu, rusak, dan terlupakan. 

Aku tidak pernah mempunyai "teman" seperti orang-orang lain yang biasanya mempunyai teman banyak. Temanku hanyalah langit yang selalu ada di setiap waktu dan tempat. 

Bintang pun bahkan melupakanku.... atau akulah yang melupakan dia karena bintang hanya terbangun di saat aku tertidur? Yah beginilah diriku.... seorang diri yang kesepian dan hanya senang bersepeda dan menikmati alam. Mata ini selalu terkesima dengan keindahannya yang bagus ini.

Di suatu hari di desaku yang sangat jauh dari kota, aku menaiki sepedaku keliling desa. Aku mengayuh sepedaku menuju ke sungai dekat desaku untuk merilekskan tubuhku setelah capek dari sekolah. 

Di dekat sungai yang penuh dengan ilalang aku duduk, menikmati pemandangan yang sangat bagus. Lekukan sungai yang menimbulkan suara yang sangat menenangkan hatiku dari kejadian di sekolah hari ini. 

Entahlah, aku merasa sekolah hanya membuatku kesal dan jengkel, sejak aku sering dianggap freak oleh teman-temanku. Revolusi yang terjadi pada sistem pendidikan juga membuatku kesal. 

Aku berpikir bahwa semua ini hanyalah sampah yang harus segera diganti...atau dibuang. Dan seketika menara jam di desaku berbunyi, menunjukkan bahwa hari sudah sore. Segera aku bergegas menaiki sepedaku dan pulang ke rumah.

Setelah sampai di rumah, pandangan pertama yang menghampiriku adalah kejadian pahit di masa lampau. Masih kuingat dengan betul detail kejadian pada saat itu. 

Di jalan raya, tergeletak dua orang yang sangat dekat dengan diriku berlumuran darah. Ya, mereka adalah orang tuaku, bapak ibuku yang meninggal karena kecelakaan mobil. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline