Lihat ke Halaman Asli

Keterbukaan Pikiran Sebagai Awal Sebuah Tim yang Solid dan Profesional

Diperbarui: 26 Juni 2015   02:14

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1315168499984011945

Oleh: Martin Herdika (Media dan Hubungan Eksternal BEM FEM IPB)

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ

Institut Pertanian Bogor (IPB) dapat dikatakan sebagai representasi kebhinekaan dari tanah air Indonesia yang menjadi tanggung jawab bersama untuk mempertahankannya. Beragam suku bangsa hadir di kampus milik rakyat Indonesia dengan beragam latar belakang, mulai dari sosial, ekonomi, hingga hal yang paling sensitif, agama. Perbedaan adalah suatu keuntungan bagi seluruh civitas akademika yang berada di IPB. Khusus untuk mahasiswa, harapannya salah satu output di diri mereka ketika mereka memasuki dunia pascakampus adalah memiliki sifat toleran, inklusif, dan open mind dalam menyikapi beragam perbedaan yang dihadapi.

Lebih jauh, ternyata bukan hanya latar belakang suku, agama, sosial, ekonomi, dan ras saja yang kerap menjadi 'pemisah' (yang harus disatukan). Banyak hal yang menjadi pembeda semisal aktivitas  mahasiswa. Hidup adalah pilihan, begitu orang bijak berkata. Dan hal tersebut juga berlaku di dunia kampus. Mahasiswa ada yang memilih lebih berkonsentrasi di aktivitas akademik, ada yang lebih berkonsentrasi di aktivitas organisasi, hingga ada yang lebih berkonsentrasi di aktivitas kewirausahaan. Semua aktivitas-aktivitas yang disebut di atas adalah aktivitas yang positif. Ada beberapa nasihat dari para dosen agar para mahasiswa balance dalam beraktivitas, menggabungkan ketiganya dengan volume yang sesuai dengan kapasitas masing-masing mahasiswa. Namun, kembali ke prinsip kebijaksanaan yang telah disebut, hidup adalah pilihan, dan terkadang situasi menuntut kita untuk hanya melakukan satu dari beragam aktivitas tersebut.

Sebagai makhluk sosial yang berinteraksi di kampus, sangat wajar ketika kita menemukan fenomena perbedaan aktivitas mahasiswa di lingkungan kampus. Yang intens di organisasi kelak mendapat julukan aktivis dan organisatoris, yang intens di akademi kelak mendapat julukan kutu buku, dan yang intens di aktivitas kewirausahaan kelak mendapat julukan pebisnis. Dan yang dapat kita lakukan pertama kali ketika menghadapi teman-teman dengan beragam aktivitas di atas adalah open mind dan kemudian menggunakan turunan dari open mind, toleransi. Bertoleransi menyikapi fenomena di atas adalah langkah terbaik. Jangan kita memandang sebelah mata seorang aktivis dalam hal akademis, pun begitu dengan seorang kutu buku akademisi. Mereka memiliki jalannya masing-masing dalam berkarya. Berkarya untuk berkontribusi. Dan, itulah hal yang terpenting, ketika seseorang sudah mampu berkontribusi, niscaya ia sudah berusaha untuk menjadi orang yang berguna.

Salah satu tools yang diberikan oleh Allah SWT untuk meningkatkan 'skill' toleransi adalah bulan Ramadhan. Di bulan yang baru saja kita lalui tersebut, kita diajarkan untuk menjadi pribadi yang bertakwa dan dalam hal ini agar lebih meningkatkan toleransi. Meminjam istilah di dunia komputer, bulan ini merupakan saatnya kita upgrade rohani kita. Di samping itu, kita pun ditempa untuk peduli terhadap sesama. Bila kita runut lebih jauh, sifat peduli terhadap sesama merupakan turunan dari sifat toleransi yang telah kita bahas di atas.

Sebagai sebuah tim, kesolidan dan profesionalisme wajib kita kedepankan. Bila kita cermati tulisan ini dari awal, kesolidan dan profesionalitas sebuah tim timbul dari adanya kepedulian, kepedulian diawali dari sifat toleransi, dan sikap toleransi insya Allah akan muncul setelah kita berusaha untuk open mind (keterbukaan pikiran) terhadap segala kondisi dan situasi. Semoga.

Ahad, 5 Syawal 1432 H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline