Sejarah Lepo Lorun
Istilah Lepo Lorun berasal dari bahasa daerah Sikka dan terdiri dari dua suku kata, yakni Lepo (rumah) dan Lorun (tenun). Secara harafiah, lepo lorun berarti "rumah tenun". Lepo Lorun adalah nama sebuah kelompok tenun yang beranggotakan para ibu rumah tangga yang berdomisili di Kecamatan Nita, Kabupaten Sikka. Lepo Lorun didirikan dua puluh satu tahun lalu, tepatnya 12 Mei 2004. Pendirian Lepo Lorun lahir dari inisiatif Ibu Alfonsa Raga Horeng, seorang perempuan kelahiran Nita, 01 Agustus 1974 (Pantas, 2021). Tujuan awal pendirian Lepo Lorun berkaitan dengan upaya merawat khazanah budaya nenek moyang zaman dahulu dalam bidang tenun ikat tradisional. Ibu Alfonsa menilai bahwa perkembangan zaman modern telah menggerus kecintaan masyarakat pada tenun tradisional. Masyarakat lebih memilih produk industri modern dan lupa pada warisan nenek moyang zaman dahulu.
Bertolak dari keinginan tersebut, ia kemudian mengajak sejumlah ibu rumah tangga untuk menjadi anggota di Lepo Lorun. Ia menyumbangkan sebidang tanah dan sejumlah uang untuk mendirikan rumah tenun. Bahan tenun semisal kapas dan pewarna alami diambil dari hasil alam. Para anggotanya sangat antusias. Sebagian dari mereka adalah ibu rumah tangga yang kesehariannya bertugas sebagai penjual garam dan ikan di pasar Nita. Sebagian lain adalah para ibu yang ditinggal pergi oleh suaminya ke tempat perantauan. Keinginan yang besar untuk mencari nafkah dan membantu kehidupan rumah tangga menggerakkan mereka untuk tekun bekerja sebagai penenun. Mereka berkumpul di Lepo Lorun sejak jam 08.00 Wita dan baru kembali ke rumah masing-masing pada pukul 17.00 Wita. Saat bekerja, Ibu Alfonsa selaku ketua membagi tugas yang seimbang kepada para anggotanya. Ada yang bertugas mengisarkan biji-biji kapas dari kapas (keho kapa). Ada juga yang bertugas membersihkan kapas dan melakukan pemintalan. Sebagian lain bertugas memberi warna pada kapas yang telah jadi. Sisanya bertugas menenun.
Biasanya, proses tenun untuk menghasilkan selembar kain akan menghabiskan waktu selama berbulan-bulan. Mereka harus melakukan seluruh proses dengan ketekunan dan konsentrasi yang tinggi. Mereka juga harus sabar dan cermat dalam melakukan detail tugas yang dipercayakan. Itulah alasan mengapa semua proses pembuatan tenun ikat di kampung-kampung seluruhnya dikerjakan oleh kaum perempuan karena perempuan sering dikenal dengan kecermatan dan ketelatenannya (Timo, 2005: 55).
Foto di Lokasi Lepo Lorun
Bahan Alami Tenun Ikat
Ada yang menarik dari tenun ikat Lepo Lorun. Bahan-bahan pewarna kain berasal dari alam yaitu kulit mengkudu, dadap serep, kunyit, kayu pohon hepang, dan kulit pohon mangga. Penggunaan bahan alami ini lebih baik ketimbang bahan sintetis. Kualitas warnanya memang lebih cantik dan tahan lama dibandingkan dengan pewarna toko (sintetis).
Tak ayal, Lepo Lorun memiliki lahan khusus yang ditanami berbagai jenis pewarna alam. Ada mengkudu, kesumba, pohon mangga, dadap serep dan indigo. Hampir semua pewarna alami ada di sana. Selain itu, para pengunjung dapat melihat secara langsung tanaman pewarna alami. Hal ini membantu para wisatawan menambah wawasan tentang pewarna alami.
Selain bahan baku pewarnaan kain yang sumbernya dari alam, bahan dasar kain yakni benang pun berasal dari alam. Benang dibentuk dari pohon kapas. Kapas yang telah siap dipanen kemudian dikumpulkan dan diolah menjadi benang.
Foto di Lokasi Lepo Lorun