Lihat ke Halaman Asli

Berterima Kasihlah pada Para Pelaku Childfree

Diperbarui: 17 Mei 2021   09:52

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kredit foto: Thomas Park/Unsplash

Masih ingatkah Anda pada utas Twitter dari pasangan yang memutuskan untuk tidak punya anak? Pasangan yang viral tersebut memutuskan untuk tidak punya anak karena biaya yang besar untuk membesarkan anak-anak sampai usia dewasa: mencapai 3 milyar rupiah untuk tiap orangnya, setara dengan 147 juta rupiah per tahun.

Penasaran dengan besaran rupiah yang disebutkan di utas tersebut, saya mencari berapa sebenarnya biaya untuk membesarkan seorang anak. Per definisi dari WHO, anak adalah kelompok umur mulai dari bayi baru lahir sampai berulangtahun ke-19.

Ternyata, menurut Badan Statistik Nederland dan the National Institute for Budgetary Information (Nibud) tahun 2019, biaya membesarkan satu orang anak sampai usia 18 tahun adalah 120.000 atau setara dengan 2,1 milyar rupiah. Mungkin ada benarnya juga bahwa biaya yang diperlukan sampai mereka lulus kuliah mencapai 3 milyar rupiah dengan asumsi biaya kuliah mencapai hampir 1 milyar.

Lumayan juga ya? Lumayan bikin ngelu.

Tentu saja hal ini menjadi polemik, secara bangsa kita termasuk yang sangat suka bertanya, "kapan mau punya anak?" Atau "kapan mau nambah anak?" Apalagi alasan untuk tidak mempunyai anak yang disebutkan adalah biaya.

Tentang keributan yang terjadi, saya sangat dapat memahami. Budaya dan agama kita memang mendukung untuk memiliki (banyak) anak. Agama-agama Abrahamik (Yahudi, Kristen, Islam) dan Hindu terang-terangan mendukung punya anak banyak. Itu sudah mencakup sebagian besar agama yang dianut di Indonesia. "Matematika Tuhan berbeda dengan matematika manusia."

Di kitab suci saya sendiri, perintah untuk memiliki keturunan berbunyi, "beranakcuculah dan bertambah banyak, penuhilah bumi dengan keturunanmu dan taklukkanlah itu," Ayat Kejadian 1:18 inilah yang digunakan oleh seorang bapak tua sebagai pembenaran saat ngeyel karena anaknya ada 10 dan masih mau nambah lagi, waktu saya jadi bertugas di pelosok timur negeri ini. Bingung kan?

Falsafah lokal pun mendukung masyarakat Indonesia untuk beranak-pinak. Anda familiar kan dengan frasa, "banyak anak banyak rezeki"?

Pesan ini (bahwa banyak anak banyak rezeki) dituturkan dari generasi ke generasi. Orangtua saya termasuk di dalamnya. Dulu mereka pernah berpesan agar tiap anaknya memiliki minimal empat orang anak agar cucunya banyak. Padahal anak mereka hanya dua, sesuai dengan anjuran pemerintah.

Sebenarnya ide bahwa banyak anak banyak rezeki yang muncul di era bertani ini, sudah tidak relevan lagi. Dahulu lahan masih luas dan sedikit tenaga yang dapat mengolahnya. Pada kondisi seperti itu, banyak anak memang akan menghasilkan banyak rezeki karena banyak tenaga yang dapat mengolah lahan pertanian (yang sebelumnya terbengkalai).

Namun sekarang, saat lahan pertanian semakin sedikit, banyak anak memang berarti banyak tenaga untuk mengolah pertanian (jika orang tua mereka petani), namun lahan yang diolah hanya segitu-gitu saja. Yang pasti adalah mulut yang harus diberi makan bertambah banyak.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline