Lihat ke Halaman Asli

Guru Rotan yang Saya Kagumi

Diperbarui: 2 Mei 2016   13:51

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Suatu hari saat saya masih SD, saya lagi bete untuk hadir di ruang tamu sore itu. Seperti biasa, usai magrib rumah kami mulai ramai anak-anak sebaya saya untuk datang mengaji. Mungkin ada sekitar 20-an anak-anak. 

Kami belajar mengaji dengan metode yg ada saat itu. Mungkin kalau sekarang ada metode Iqro. Yang ngajar mengaji adalah Bapak, orang tua saya sendiri. Nah..... bayangkan. Yang ngajar Bapak, tapi anaknya ga hadir. 

Bapak, biasa kami panggil begitu, adalah seorang guru dan kepala sekolah. Belakangan ditugaskan di Dinas Pendidikan Kecamatan saat itu. Separuh hidupnya kayaknya sudah didermakan untuk menjadi seorang pendidik. Sudah mendarah daging saya rasa. 

Kami mengaji dari usai magrib hingga isya. Riuh rendah suara anak-anak mengaji hingga kadang berlomba siapa yang paling nyaring. Beberapa anak-anak yg belum cukup umur juga nimbrung penuh penasaran dari depan pintu. Ada juga ibu-ibu yang nungguin anaknya sambil sesekali melirik dari jendela.

Bapak dilingkari 20an anak itu. Ibu juga yg kami panggil Mama', sering juga ikut mengajar anak-anak. Nah... saya, anaknya sendiri, malah tak hadir diantara bocah-bocah itu. "Apa kata dunia", pikirku saat ini klo ingat kelakuan sy saat itu. Anak sendiri tidak ikut mengaji.

Nah cerita selanjutnya berjudul "Rotan". Tapi ceritanya disensor, Wk...wk..wk.. Kok disensor. Iya, masalahnya klo jaman sekarang, cerita tentang rotan sudah beda 'head line'-nya. Pasti tentang kekerasan seorang guru, kesadisan seorang pendidik. Ujung-ujungnya adalah Komnas Perlindungan Anak. 

 Klo masalah itu saya ga paham-lah. Klo dulu ya....'rotan' biasa-biasa saja. Mungkin beda zaman kali ya. Tapi kami 8 orang bersaudara alhamdulillah baik-baik saja dgn cara didik Bapak/Mama' ketika itu. 

 Tapi soal 'rotan' itu sih untuk yang bandel saja, kayak saya. Itupun sekali itu saja krn habis kejadian itu saya dah tobat. Sakitnya ga seberapa, harga diri orang tua yg dipertaruhkan, Bro. Masak orang tua ngajar ngaji, tapi anaknya nanti jadi berandalan? Cie... Sok bijak ya.

 Setela episode 'rotan' itu, sy ga mau bolos lagi. Dan alhamdulillah di sekolah juga ga pernah bolos. Ada guru yg pake rotan juga maslahnya. Wk..wk..

 Terakhir.... (agak serius nih), Bapak dan guru-guru di sekolah bagi saya adalah orang yang saya kagumi. Karena merekalah kita bisa membaca. Bukan sekedar membaca buku. Tapi membaca tanda-tanda kehidupan. 

 Selamat Hari Pendidikan Nasional, 2 Mei 2016

 Ps: Apa yg dulu kita pikir 'jahat' mungkin suatu saat baru kita merasakan manfaatnya.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline