Pagi itu, Sabtu 27 September 2025, halaman Sekolah Regina Pacis Jakarta tampak lebih hidup dari biasanya. Langit biru cerah seolah ikut menyambut ratusan alumni dari berbagai angkatan yang berdatangan satu per satu. Suasana haru dan gembira berpadu menjadi satu. Sapaan hangat, pelukan lama tak jumpa, serta tawa nostalgia mewarnai gerbang sekolah yang telah berdiri sejak enam dekade lalu. Dari bangku TK hingga SMA, jejak kenangan masa kecil hingga remaja kembali mengalir deras di tengah Reuni Akbar 60 Tahun Regina Pacis.
Sejak Mei lalu, berbagai rangkaian kegiatan digelar untuk menyemarakkan momentum istimewa ini: Recis Health Day, talk show alumni inspiratif dan Recis Fun Walk. Namun, puncak acara benar-benar terjadi pada hari itu --- sebuah rangkaian panjang sejak pagi hingga malam yang diawali dengan Perayaan Ekaristi Syukur di Auditorium Gedung Putih. Dari sinilah sebuah kisah menarik terungkap, ketika seorang imam yang kini menduduki posisi penting dalam Gereja Katolik dunia, membagikan "penglihatannya" tentang makna mendalam menjadi seorang Recisian.
Misa Syukur yang Mengharukan
Perayaan Misa Puncak Reuni menjadi momen yang tak akan dilupakan oleh siapa pun yang hadir. Sejak awal, suasana khidmat dan meriah berpadu dengan hangat. Bagian pembukaan misa diawali dengan tarian lincah adik-adik TK Regina Pacis, yang tampil menggemaskan dengan busana warna-warni. Tarian mereka mengiringi prosesi masuk para pelayan liturgi dan para imam menuju altar, diiringi lagu pembukaan "Datanglah Padaku" yang dibawakan dengan irama khas etnis Sumatera Utara. Perpaduan gerak tari anak-anak dan alunan musik ritmis menghadirkan suasana liturgi yang ceria, menyentuh, dan penuh makna. Paduan suara gabungan siswa SMA, guru, dan alumni berkolaborasi dengan ansambel musik para frater OFM dan alumni musik. Harmoni suara dan alunan alat musik menciptakan nuansa liturgi yang meriah namun tetap sakral, membawa semua yang hadir kembali pada akar spiritualitas sekolah ini yang didirikan oleh para Suster Misi Fransiskanes Maria (FMM).
Yang membuat misa ini begitu istimewa adalah imam konselebran utamanya. Ia bukan orang asing bagi sekolah ini. Dialah Romo DwiPutra Dwi Darma Watun, SMM, alumnus TK--SMP Regina Pacis, yang saat ini menjabat sebagai Pater General Tarekat SMM (Montfortan) di Roma. Ia didampingi oleh tiga imam lainnya: Rm. Remi Liando, SSCC ( alumni 1973) Rm. Kosmas, CICM (Pastor Paroki Slipi Salvator), dan Rm. Yohanes Epa Prasetya, OFM. Kehadiran mereka seolah menjadi jembatan hidup antara masa lalu, masa kini, dan masa depan sekolah.
"Ini adalah misa perdana saya di Sekolah Regina Pacis," ujar Romo Dwimembuka homilinya dengan senyum hangat. Ia mengaku terharu bisa kembali ke sekolah tempat ia bertumbuh, apalagi dalam momentum reuni besar ini. "Saya bangga bisa dilibatkan di perayaan 60 tahun ini." Ini bukan sekadar nostalgia, tapi sebuah pulang rohani.
Sebuah 'Penglihatan' di Biara Suster FMM
Homili Romo Dwikemudian berubah menjadi kisah yang tak biasa. Dengan gaya bercanda khasnya, ia menceritakan pengalaman malam sebelumnya. Ia mengawali dengan sebuah pengakuan ringan yang mengundang tawa. "Saya merasa spesial, karena ini pertama kalinya saya menginap di biara para suster FMM---pendiri sekolah kita ini," ujarnya. Ia lalu menambahkan dengan nada bangga namun jenaka, "Mungkin saya ini alumni pertama yang pernah menginap di Susteran FMM Slipi. Dulu waktu saya sekolah TK sampai SMP, setiap hari saya hanya lewat di depan susteran ketika masuk sekolah, tidak pernah membayangkan suatu hari bisa tidur di dalamnya." Suasana aula pun pecah oleh tawa dan tepuk tangan hangat. "Mungkin karena itu saya dapat penglihatan," lanjutnya, mengundang gelak tawa yang lebih riuh.
Namun, "penglihatan" yang ia ceritakan bukan sembarang cerita. Ia menggambarkan bahwa dalam mimpinya, ia melihat sebuah alat ukur besar, mirip mistar atau penggaris, dengan tulisan besar di atasnya: CHIPS. Alat ukur itu adalah core values sekolah, lanjut Romo Dwi, sapaan akrabnya. CHIPS itu adalah:
C -- Compassion
H -- Humility