Lihat ke Halaman Asli

Mang Pram

TERVERIFIKASI

Rahmatullah Safrai

5 Fakta Unik Kehidupan Toleransi di Cilegon Itu Asik, Salah Satunya Banyak Oppa Korea

Diperbarui: 13 September 2022   06:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tugu Kota Cilegon (foto Instagram Herdiansyah @asepherdiansyah75)

Berada di ujung barat Pulau Jawa menjadikan Kota Cilegon sebagai daerah yang terkenal sebagai kawasan industri nasional dan sebagai objek vital penyebrangan antara Jawa dan Sumatra.

Kota kecil yang hanya memiliki luas wilayah sebasar 175 KM dan berpenduduk sekitar 445.961, sebuah kota madya di Provinsi Banten yang masyarakatnya hidup rukun sesuai dengan mottonya, Akur Sedulur, Jujur, Adil, Makmur. 

Usianya masih 23 tahun, tapi Cilegon memiliki sejarah panjang dari zaman Kesultanan Banten hingga saat ini. Dinamika kehidupan di Kota Cilegon memang selalu menarik perhatian namun masyarakatnya tetap rukun dalam kehidupan yang religius.

Berikut fakta unik masyarakat Kota Cilegon yang menjadikannya lebih asik.

Pertama, Kota Perjuangan Ulama

Sejarah panjang kehidupan masyarakat kota Cilegon telah mengajarkan bagaimana kebersamaan dan kerukunan yang selalu terjaga. Apalagi sejak adanya peristiwa perjuangan heroik yang dikenal dengan Perjuangan Geger Cilegon 1888.

Peristiwa ini mengajarkan akan pentingnya kebersamaan melawan kesewenangan Penjajah Belanda. Ditengarai larangan melakukan aktifitas ibadah, seperti adzan dan sholawat di masjid oleh petinggi Belanda, pemberontakan pun terjadi.

Perjuangan yang meletus di Cilegon pada 1888 adalah peristiwa besar. Dimana perjuangan melawan Belanda dipimpin oleh para kiyai dan ulama, kemudian pasukan terdiri dari santri, jawara dan petani.

Perlawanan yang tidak hanya mengusik pada kegiatan ibadah umat Islam, tapi Penjajah Belanda saat itu sudah sangat keterlaluan dalam menekan pajak, menguasai lahan pertanian, hingga kebijakan membunuh hewan ternak yang terjangkit penyakit. Padahal kondisi pasca terjadi tsunami letusan Gunung Krakatau 1883 sudah merusak hasil pertanian.

Peristiwa penuh kobaran semangat juang itu, para pejabat Hindia Belanda tewas terbunuh. Begitu juga para pejuang Cilegon juga mengalami pengorbanan yang luar biasa. KH. Wasid mati terbunuh dan ratusan ulama diasingkan hingga ke luar Pulau Jawa. Kampung Pegantungan menjadi saksi bahwa dahulu para pejuang dihukum mati dengan digantung.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline