Lihat ke Halaman Asli

Maman Abdullah

Pengasuh Tahfidz | Penulis Gagasan

Ketika Dunia Jadi Tujuan, Akhirat Terlupakan

Diperbarui: 24 September 2025   07:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

fpscs.uii.ac.id

Di usia yang sudah condong ke barat, saya kerap merenung: untuk apa sesungguhnya hidup ini? Apakah sekadar mengejar dunia yang fana, atau menyiapkan tujuan lebih besar yang abadi? Dalam renungan itu, saya teringat pesan Imam al-Ghazali dalam Ihya Ulumuddin, bahwa siapa saja yang menjadikan dunia sebagai tujuan hidup sambil melupakan akhirat, akan ditimpa enam macam siksa: tiga di dunia, tiga di akhirat. Peringatan itu membuat dada terasa sesak, seakan Allah sedang menegur agar kita tidak salah menata arah hidup.

Terlebih, kita hidup di zaman ketika dunia begitu memesona. Gedung tinggi, kendaraan mewah, dan gawai canggih seolah menjadi ukuran kebahagiaan. Banyak orang bersorak saat rekening bertambah, tetapi jarang hati bergetar saat mendengar ayat Allah. Padahal Rasulullah ﷺ sudah berulang kali mengingatkan bahwa dunia hanyalah persinggahan, bukan tujuan akhir. Pesan Imam al-Ghazali kembali menegaskan: menjadikan dunia sebagai orientasi hidup hanyalah jalan menuju derita, baik di dunia maupun di akhirat.


Tiga Siksa di Dunia

Siksa dunia bukan selalu berupa bencana yang terlihat oleh mata. Justru ia datang diam-diam, melekat dalam jiwa, dan mengikis ketenteraman.

Pertama, angan-angan tiada akhir. Hidup selalu diselimuti khayalan, “Kalau aku punya rumah lebih besar, pasti bahagia.” Lalu setelah itu muncul lagi keinginan lain: “Kalau saja aku punya mobil baru, mungkin lebih tenang.” Padahal, ketika semua tercapai, hati tetap gelisah.

Kedua, keserakahan tanpa qana’ah. Harta tidak pernah cukup, kedudukan tidak pernah puas. Orang seperti ini bangun tidur hanya memikirkan cara menambah kekayaan, tidur pun ditemani kegelisahan. Padahal, qana’ah—rasa cukup—adalah harta paling berharga yang sering dilupakan.

Ketiga, dicabutnya rasa nikmat. Apa pun yang dimiliki tidak menghadirkan kebahagiaan. Makanan lezat terasa hambar, rumah megah terasa kosong, bahkan keluarga tidak membawa ketenteraman. Hidup dijalani, tetapi tanpa rasa syukur. Bukankah ini siksaan batin yang sangat berat?

Tiga Siksa di Akhirat

Namun, penderitaan yang lebih pedih justru menunggu di akhirat. Saat tabir dunia tersingkap, manusia baru sadar bahwa semua yang dikejar hanyalah fatamorgana.

Pertama, ketakutan besar di hari kiamat. Bayangkan, bumi diguncang, matahari mendekat, lautan meluap, manusia berdesak-desakan di padang mahsyar. Semua dalam ketakutan, tetapi bagi pecinta dunia, rasa takut itu berlipat-lipat.

Kedua, hisab yang berat. Tidak ada satu pun amal yang terlewat. Dari harta yang diperoleh, waktu yang dihabiskan, bahkan sekadar ucapan yang keluar dari mulut. Semua dicatat, semua ditimbang. Betapa berat bagi mereka yang hidupnya hanya untuk mengejar dunia, sementara amal shalihnya sedikit.

Ketiga, kesedihan panjang tanpa ujung. Inilah puncak penyesalan. Ketika manusia berkata, “Seandainya aku dulu lebih banyak mengingat Allah. Seandainya aku lebih sering shalat, lebih sering bersedekah, lebih banyak menolong sesama…” Namun semua itu hanyalah sesal, karena kesempatan sudah sirna.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline