Lihat ke Halaman Asli

MomAbel

TERVERIFIKASI

Mom of 2

Meresapi Falsafah Jawa "Wang-Sinawang"

Diperbarui: 21 Februari 2022   06:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Meresapi falsafah Jawa "wang-sinawang" (Foto ilustrasi : pixabay.com)

Suatu hari saya mengobrol dengan seorang teman lama. Seseorang yang pintar dan sukses meraih cita-citanya seperti yang diimpikan sejak dulu.

Kakak-kakaknya juga berhasil. Setidaknya saya tahu langsung karena salah satunya menjadi tamu pembicara di acara webinar yang saya ikuti. Sebagai teman tentu saja saya ikut senang.

"Keren euy, semua bersaudara jadi orang sukses!" puji saya tulus.

Lalu dengan merendah, dia membalas bahwa semua karena anugerah Tuhan.

"Setiap keluarga punya "salib"nya sendiri-sendiri, Rin!" lanjutnya.

Kemudian saya jadi merenung. "Iya juga ya? Adakah keluarga yang sempurna tanpa cela sedikit pun sebagai manusia?" Rasanya satu diantara sejuta.

Falsafah "Wang-Sinawang"

Orang Jawa pasti tahu falsafah ini. Minimal pasti sudah pernah mendengarnya. Kalau saya hafal diluar kepala karena orangtua saya selalu berulang mengatakan ini saat mengobrol dengan orang (hingga saya bosan).

"Wang-sinawang" sebenarnya versi singkat dari "sawang-sinawang". Dalam bahasa Jawa, artinya saling memandang dan dipandang atau saling melihat dan yang terlihat.

Jika dikaji lebih jauh sebenarnya falsafah ini sekaligus sebagai petuah hidup. Bahwasanya ketika kita memandang orang lain kemudian membandingkan, yang terjadi belum tentu seperti apa yang terpandang atau terlihat oleh kita. Akan ada sesuatu yang mungkin luput dan tak terlihat oleh kita.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline