Lihat ke Halaman Asli

Maik Zambeck

corat coret

Salju di Pantai Padang (106-110)

Diperbarui: 12 Oktober 2025   10:31

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Roman. Sumber ilustrasi: pixabay.com/qrzt

“Baik, terima kasih” jawab Amir dengan suara makin lemah menutup pembicaraan nya
“Selamat siang.” jawab orang di ujung telepon itu.
“Gila.. sebanyak ini berkas yang diperlukan, apa akan terkerjakan semua?” pikir Amir.
Mulai dari yang paling mudah dulu, akte kelahiran, lalu passport, surat keterangan berbadan sehat, hasil tes HIV negatif, ijazah yang dilegalisir, dan lain sebagainya. Tiap bagian item surat yang dibuat membutuhkan subitem lain yang harus dibuat sebelumnya. Seperti Akte Kelahiran membutuhkan KK, tapi.. KK siapa yang bisa ia pakai. Seperti membuat passport harus memiliki ktp dulu, kembaali lagi ke KK, KK siapa yang bisa dia pakai. Belum lagi beberapa berkas yang Amir tidak tahu dimana dan bagaimana cara mebuatnya. Memikirkan ini membuat Amir kelelahan, dan terlelap tidur di kamarnya.
Keesokan harinya, Amir kembali mengisi shift kerjanya di konter, pikirannya masih menerawang kesana kemari meraba-raba apa yang harus dikerjakan terlebih dahulu mencocok-cocokkan dengan isi sakunya.
Di konter itu, di dekat SMP 14 memang punya nunsa tersendiri. Tempatnya yang mepet ke Jalan membuat orang yang melintas akan penasaran dengan apa yang ada di dalamnya. Ternyata di dalamnya ada Amir yang sedang main komputer mengatasi kejenuhan, jenuh bermain komputer, Amir bengong sendiri menghadap ke jalan. Di waktu jam pulang sekolah, anak-anak SMP itu memenuhi jalanan Simpang Malintang. Bermacam tingkah polah mereka untuk menarik perhatian orang sekitar, termasuk juga menarik perhatian Amir. Segerobol gadis remaja SMP menarik perhatian Amir dengan cara yang berbeda. Salah satu diantara mereka berbadan tinggi, sintal berwajah rupawan, menatap Amir dalam-dalam. Amir tersentak, sadar dari lamunannya. “Apa dia tidak salah lihat?”pikirnya. Apa yang dinginkan gadis itu? Amir pun tersenyum selepas gadis itu berlalu “Ah.. dasar anak kecil.. mau apa sih kamu?” pikirnya.
Di belakang konter itu juga, dekat SMP 14 banyak terdapat kos-kosan mahasiswanya yang biasa mengontrak satu rumah bagi mereka satu angkatan dan satu jurusan agar mudah belajar juga mengerjakan tugas. Yang Amir tahu beberapa mahasiswi Farmasi atau Kimia sering melintas di depan konternya. Di sana tidak bayak tempat untuk kos-kosan laki-laki. Satu kali seorang mahasiswi Farmasi membeli pulsa di tempat Amir. Lalu kali berikut, berikutnya dan berikutnya lagi akhirnya dia jadi berlangganan. Entah lagu apa yang waktu itu di putar Amir di komputernya, bertepatan saat gadis itu membeli pulsa. Si gadis meminjam bangku ke Amir untuk dia duduk di luar konter, sekalian meminta agar suara musik dikeraskan. Sepertinya gadis ini sedang hanyut dengan syair cinta lagu baru itu. Amir tidak mengerti, dia pikir semoga tidak akan terjadi apa- apa dengan gadis ini. Dan berharap dalam hati agar gadis ini segera meninggalkan konternya setelah lagu berakhir. Kemudian Amir menceritakan hal ini kepada Zaki, Zaki tertawa keras sejadi jadinya. Amir semakin tidak mengerti. Zaki langsung dengan lugas berkata, “Mahasiswi itu mengalami cinlok dengan abang, Cinta Lokasi.” Amir terdiam, masih bingung tapi akhirnya lambat-lambat malah dia jadi ikut tertawa dengan Zaki.
KTP Amir akhirnya jadi, menggunakan Kartu Keluarga Ibu kosnya yang sebelumnya penasaran dengan Amir, untuk apa dia buat KTP di sini, bukankah dia sudah tamat? Dengan enteng Amir menjawab bahwa dia sedang melamar pekerjaan di Padang, kalau dia dapat gaji kan nanti bisa untuk membayar uang kosnya yang sudah nunggak 5 bulan. Mendengar rayuan Amir untuk membayar uang kos, Akhirnya Ibu Kos mau meminjamkan KK nya. Dari KTP itu kemudian Amir bisa membuat Akte Kelahirannya yang baru, karena yang lama tulisannya sudah pudar, itu pun dari rumah sakit bukan dari catatan sipil. Lanjut membuat Passport ke dinas migrasi kota Padang di daerah Khatib Sulaiman. Cukup aneh, padahal dia belum tentu diterima beasiswa tapi passsportnya harus sudah jadi terlebih dahulu, tapi memang begitu peraturannya. Belum lagi kalau diteliti di
brosur untuk mengurus visa harus sudah ada tiket pesawat yang di booking yang itu berarti lebih banyak lagi uang yang akan keluar. Tapi yang bagian ini bisa diabaikan saja dulu, bikin pusing.
Suatu kali Amir duduk sendiri di kos-kosan dimasa libur mahasiswa yang sepi. Malam itu ia memainkan gitar pinjaman dari anak kos sebelah kamarnya yang sedang pulang kampung. Duduk di luar kamar yang langsung disambut bekas bongkaran rumah lama Ibu Kos yang tidak terurus, berhadapan dengan jendela-jendela samping rumah Mak Juri, seorang pedagang asongan penjaja makanan ringan di kampus Unand tepatnya di MIPA dekat jurusannya yang dulu. Mak Juri memiliki rumah yang di sana dia menerima anak kos perempuan serumah dengannya. Karena rumahnya tidak cukup besar dia menjadikan pekarangannya satu rumah lagi berisi kamar-kamar untuk mahasiswi yang kos. Gitar yang dimainkan Amir nadanya tidak beraturan, sumbang, tidak cukup untuk mengiringi senadung lirihnya sendiri. Sesekali memainkan melodi cinta melankolis yang dia tahu hanya beberapa bait reff nya saja itu pun hanya dengan satu senar. Seketika berkelebat sosok dikegelepan yang sontak membuat Amir terkejut. Ternyata di rumah Mak Juri masih ada anak kosnya meski diwaktu libur kuliah begini. Sosok itu berjalan perlahan ke belakang di jalan setapak yang membatasi bongkaran rumah lama Ibu kosnya dengan rumah Mak Juri. Tinggi semampai, berkaos oblong lurik melebar yang longgar dan bercelana pendek di atas lutut. Di kegelapan terlihat betapa putih dan halus kulitnya. Sosok itu menghadapkan mukanya ke Amir. Amir seketika terhenti bermain gitar jantungnya berhenti berdetak, bertemu pandang dengan sosok itu yang samar- samar dalam kegelapan menampakkan kejelitaannya. Di ujung gang, sosok itu berbalik mengepakkan rambut nya yang panjang di bawah bahu dan berlari kencang kembali masuk ke dalam rumah Mak Juri. Darah Amir mendesir cepat, jantungnya berdegup kencang. Pikirnya, “Apa itu barusan? Manusia atau malaikat kah itu? Apa yang dilakukannya malam-malam ditempat gelap begini?”
Amir terdiam. Dia segera membuka pintu kamarnya dan masuk ke dalam tanpa berkata apa-apa. Apakah ada sesorang yang diam-diam di tempat Mak Juri selama ini mengenalinya atau menaruh perhatian padanya. Setahunya tidak seorang pun di sana yang dia kenal, entah itu satu jurusan dengannya atau sekedar mengenal begitu saja. Lalu siapakah itu? Amir ingin mengabaikannya. Tapi sosok itu terlalu cantik untuk segera dilupakan. Matanya melotot termenung seorang diri, hingga diapun lelah akhirnya tertidur.
Sebelum Amir menjaga konter pagi. Ia melalui pinggir rumah Mak Juri yang di lalui sosok jelita itu semalam. Sesekali dia menengok ke rumah Mak Juri, tapi tak ditemukannya sosok seperti yang semalam. Pikirnya, jika seandainya kondisinya seperti orang kebanyakan tentu sudah di nikahi orang itu, kalau memang yang semalam itu adalah manusia, tak perlu menunggu macam-macam pakai pacaran segala. Tapi, Amir masih belum bisa melepaskan belenggu berat di kakinya. Sosok yang semalam itu hanya membuatnya semakin sedih. Di konter dia hanya bisa mereka-reka masa depannya apakah akan berlangsung baik atau malah semakin.., lalu bagaimana sosok semalam bisa dimasukkan ke dalamnya?
Besok adalah janjinya untuk mengambil surat keterangan kesehatan, medikal cek up di Rumah Sakit Yos Sudarso, tidak jauh dari Jalan Situjuh, rumah Owen. Tapi dia tidak akan ke sana. Kejadiannya sudah cukup lama sejak saat itu, mungkin Da Owen sudah berkeluarga dan tidak tinggal di sana lagi.
Sudah tiga bulan sejak pertama kali Amir mengumpulkan berkas kelengkapan pengajuan beasiswanya, hampir setengah dari berkas itu yang bisa dia mengerti dan kumpulkan. Sisanya ditanyakan saja pada orang pemegang kontak person di brosur itu, mungkin dia bisa menjelaskan kemana dan bagaimana cara menyelesaikan selanjutnya. Beberapa saat kemudian, badannya berasa terhuyung-hungung.
“Ada gempa” teriak orang di sebelah konternya menyoraki sambil keluar rumah.
Tidak beberapa lama kemudian gempa itu pun mereda.
“Ah gempa kecil..” pikir Amir yang sempat terkejut namun masih melanjutkan main game di komputernya
Belakangan gempa-gempa kecil sering terjadi di kota Padang, tidak perlu diherankan. Sejak Amir masih kuliah pun sudah banyak gempa-gempa kecil seperti itu terjadi di Padang, belum beberapa menit saja sudah berhenti. Tidak menimbulkan kerusakan apa-apa. Seorang ahli gempa di Unand mengatakan kejadian ini adalah pengulangan dari kejadian ratusan tahun sekali, sampai akhirnya lempeng bumi itu benar-benar melepaskan energinya, baru kemudian gempa itu akan benar-benar berakhir. Saking populernya pendapat ahli gempa ini, dia mendapat kenaikan pangkat dari sekedar dosen biasa menjadi pejabat di Universitas. Stasiun TV lokal selalu menyiarkan pendapat-pendapatnya, di radio pun tidak ketinggalan. Wah.. benar-benar gempa yang membawa berkah ya.?!
Terkadang Amir bertandang ke tempat tinggal juniornya yang rupawan, Jak, begitu namanya, berumah di dekat Pasar Baru. Belum berapa lama bapaknya meninggal, beberapa bulan kemudian mamanya pun meninggal, sedangkan dia adalah anak tunggal. Dia diwariskan satu bangunan rumah yang disana sebagiannya sudah di jadikan kos-kosan. Jak mempunyai teman akrab yang lagi gila-gilanya menjual barang-barang aneh dengan harga selangit, seperti nomer- nomer cantik ponsel. Tidak tanggung-tanggung untuk nomer hp yang dirasa cantik, ada angka yang sama 4 kali berjejer, dia bisa melabelkan harga sampai jutaan rupiah dari harga dasarnya yang hanya beberapa puluh ribu. Amir pikir ini adalah ide bisnis yang bagus, tapi sedikit gila, berhubung dia memiliki nomer- nomer itu dan Amir bekerja di konter, kenapa tidak menjualkan nomer hp itu di konternya saja? Sayangnya teman Jak ini bukanlah orang yang gampang dibujuk, dia tidak mau melepas nomer hp itu begitu saja kalau tidak di beli secara tunai. Karena Amir tidak memiliki uang untuk membeli nomer edan itu, memampangkannya sebagai sebuah informasi di konternya pun seperti suatu hal

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline