Lihat ke Halaman Asli

Mahir Martin

TERVERIFIKASI

Guru, Aktivis dan Pemerhati Pendidikan

Saling Menasihati untuk Kebenaran dan Kesabaran

Diperbarui: 7 Agustus 2022   10:29

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Nasihat (kompas.com)

"Watawa saubil haq watawa saubil sabr," kalimat ini terngiang-ngiang di kepalaku. Kalimat yang terdapat dalam surah Al-Asr ini memang sering kita dengar. Kalimat yang memiliki arti, "saling menasihati untuk kebenaran dan saling menasihati untuk kesabaran," ini memang memiliki arti yang sangat dalam.

Biasanya, kalimat ini digunakan untuk mengajak kita untuk saling menasihati. Nasihat memang penting untuk dilakukan. Ibu menasihati anaknya, guru menasihati siswanya. Nasihat menjadi senjata utama dalam mendidik. Nasihat menjadi cara termudah dalam mendidik.

Bagi pendidik seperti kami, nasihat memang seyogyanya menjadi jalan yang kami titi sehari-hari di sekolah. Dalam prosedur mendidik, nasihat menjadi bagian penting yang mesti dikedepankan. Nasehat adalah metode kasih sayang untuk menyampaikan sesuatu kepada siswa.

Kita terkadang terjebak dalam perangkap kalimat, "hanya yang melakukan kesalahan harus dinasihati." Nasihat semestinya tidak hanya ditujukan ketika ada kesalahan yang dilakukan. Nasihat juga penting diberikan dalam rangka memberikan motivasi, pemahaman akan sesuatu, dan juga pencegahan akan hal buruk yang mungkin bisa terjadi.

Nasihat ini juga yang saya dapatkan dari sebuah artikel yang berjudul Beradab di Segala Dunia. Artikel ini yang kami bahas dalam diskusi rutin mingguan para pendidik di sekolah kami. Artikel ini kami dapatkan dari segmen pendidikan di Majalah Mata Air, majalah yang selalu memberikan hidangan bernutrisi bagi cakrawala pemikiran kami sebagai pendidik.

Dalam artikel, dibahas tentang kemajuan teknologi, terutama penggunaan gawai, yang telah menjadi peradaban baru. Peradaban yang menyuguhkan dua dunia, dunia nyata dan dunia maya. Bagi sang penulis artikel, sejatinya agama bisa dijadikan sokoguru dan modal dalam menghadapi peradaban teknologi yang berkembang dengan pesatnya.

Sejak datangnya pandemi, dan diikuti dengan pembelajaran daring yang berkepanjangan dan menjadi keharusan, para pendidik dilanda kegelisahan. Gelisah untuk mencari titik keseimbangan dalam mengatur penggunaan teknologi. Di satu sisi teknologi sangat diperlukan untuk menopang pendidikan, di sisi lain teknologi terus memberikan dampak buruk dalam kehidupan siswa.

Tak sedikit siswa yang akhirnya tersinyalir mengidap kecanduan teknologi, sebuah penyakit baru yang sangat mengkhawatirkan. Bagi penderita, hidupnya tak bisa lepas lagi dari alat yang bernama gawai. Seolah hidup hanya seputar layar sentuh yang ada di genggaman tangannya. Interaksi sosial hanya terjadi di dunia maya, yang terkadang bisa memunculkan kesenangan semu dibalut kesendirian.

Media sosial menjadi trending tersendiri dengan segala aspek negatif yang ada di dalamnya. Cyberbullying dan konten tak senonoh menjadi tantangan tersendiri untuk ditangani. Belum lagi permasalahan games, yang masih menjadi salah satu problematika bagi kebanyakan siswa.

Di tengah banyaknya hal yang perlu diperhatikan para pendidik,terkadang mereka mengalami fase kemunduran motivasi. Jenuh dalam menghadapi realita yang terjadi dalam dunia pendidikan. Bahkan, tak sedikit mereka yang akhirnya menyerah, sehingga menutup mata akan problematika yang dihadapi, tanpa memikirkan solusi. Akhirnya, permasalahan menjadi berlarut-larut dan semakin sulit untuk dipecahkan, bak benang kusut yang tak memiliki ujung.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline