Lihat ke Halaman Asli

Mohammad Lutfi

Tenaga pengajar dan penjual kopi

Sekolah dalam Bayang-bayang Kasus Bullying, antara Harapan dan Kekhawatiran

Diperbarui: 23 November 2021   20:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi bullying terhadap anak di sekolah | Gambar: Thinkstock via Kompas.com

Mari sejenak kita memejamkan mata, membayangkan wajah dan senyum orang tua saat melepas anaknya pertama kali ke sekolah. 

Senyum itu ditimpali si anak sambil melambaikan tangan dan berjalan maju memasuki dunia baru mereka. 

Bergabung dengan anak-anak lainnya yang tidak dikenal. Tidak perlu disangkal, saat orang tua melepas anaknya untuk pertama kali, di situ pula orang tua telah menggantungkan harapan bahwa si anak akan ini dan itu, menjadi yang terbaik dan sukses di masa depan.

Seiring berjalannya waktu, para orang tua pun akan memutar otak, bekerja keras, memeras keringat, membanting tulang untuk mewujudkan harapan yang diembankan pada si anak yang sekolah. Segala kebutuhan akan dicoba untuk dipenuhi apalagi masalah sekolah. Utang pun kadang menjadi alternatif saat isi tabungan sudah tidak ada.

Jika hari ini atau suatu saat kita mendengar dan melihat anak petani sukses, anak tukang becak mampu kuliah keluar negeri, anak pedagang sayur menjadi dokter dan contoh lainnya yang mungkin tidak sempat viral. Maka ini menjadi suatu yang sangat membanggakan bagi orang tua setelah perjuangan yang sangat dan melelahkan. Jika ditanya para orang tua akan menjawab, "Sekolah (pendidikan) telah mengubah nasib kami," sambil bercucuran air mata.

Sekali lagi, sekolah menjadi pilihan orang tua untuk mewujudkan cita-cita di masa depan. Bahkan, tidak hanya harapan orang tua, tetapi juga harapan bangsa. Maka, tidak salah jika pemerintah menghembuskan angin segar dengan berbagai programnya di bidang pendidikan.

Iya, sekolah menjadi primadona hingga saat ini. Dari yang semula hanya untuk mengisi waktu luang pada zaman yunani kuno dulu, kini lebih kompleks dan menjadi suatu lembaga yang didukung dengan berbagai fasilitas. Bahkan hingga kini, sekolah (pendidikan) menjadi syarat untuk mendapat pekerjaan dan memperoleh status sosial. Maka dari itu, dengan kemajuan tersebut, anak-anak akan semakin mudah dalam belajar dan menentukan masa depan.

Janji sekolah tentang masa depan yang cerah dan cita-cita yang tercapai sebagaimana contoh di atas membuat siapa saja terbuai. 

Kata "sukses" yang selalu menjadi pamungkas dalam setiap pertemuan, hajatan, pamflet atau selebaran serta buku-buku telah terpatri dalam pikiran sehingga sekolah terus saja mengalami lonjakan peminat.

Seolah menjadi candu, sekolah yang telah menjadi primadona justru kerap melupakan bagian terpentingnya yaitu membuat anak merasa bahagia. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline