Bicara perihal perseteruan antara Rama versus Rahwana, yang terbayang berikutnya adalah konflik eksponensial berujung pada matinya ribuan korban kedua belah pihak.
Normalnya, Rama digambarkan sebagai protagonis yang tidak bersalah. Seorang ksatria perkasa dan berwibawa. Sedangkan lawannya, Rahwana dimunculkan sebagai sosok raksasa bengis, diliputi angkara murka, licik pikirannya, dan terbelenggu nafsu sehingga "kok bisa-bisanya" menculik istri orang yang lantas menjadi sebab musnahnya satu negara. Tidak ada ruang bagi kebaikan pada diri Rahwana, dari ujung kepala sampai ujung kaki.
Kita menemukan paradigma itu dalam banyak konten seni-budaya : di novel, film, pertunjukkan sendratari (tari Ramayana di Prambanan, Tari Kecak di Uluwatu, Bali) dan sejumlah yang lain.
Tapi betulkan Rama tokoh baik, dan Rahwana adalah tokoh jahat?
Dua Sudut Pandang
Sebuah karya sastra tentu tidak bisa lepas dari siapa pengarangnya. Kisah Ramayana yang sampai ke telinga kita pada hari ini adalah karangan seorang mantan begal kelas teri, bernama Ratnakara. Ia menekuni laku spiritual, di ujung hari ia berganti nama Walmiki. ia beraliran Vaishnavisme (Waisnawa), salah satu "akidah" dalam agama Hindu yang menekankan pemujaan terhadap Wishnu dan avatar-avatarnya.
Walmiki, pada cerita Ramayana, menggambarkan Rama sebagai sosok ideal seorang pahlawan, lengkap dengan sifat-sifat kebajikan, keberanian, berasal dari golongan ras Arya keturunan Mannu (Mannu atau Manu dalam kepercayaan Hindu adalah nama yang diberikan kepada tokoh pertama dalam silsilah umat manusia, nenek moyang dari umat manusia di muka bumi). Secara keseluruhan, Rama adalah representasi dari figur berperadaban tinggi dan punya kesadaran spiritual Istimewa yang disebut Mannushya (manusia).
Dalam pandangan Vaishnavisme, secara terang benderang manusia memiliki legitimasi untuk mengklaim dirinya sebagai entitas paling unggul dibandingkan yang lain. Sah dan boleh-boleh saja untuk menganggap makhluk yang berada diluar Wangsa Mannu (Wangsa Daksa-Rakshasa, Wangsa Wanara alias para hewan, dan lain-lain) adalah ras rendah kelas bawah.
Sedangkan versus dari "manhaj" Waisnawa adalah Sivaisme, sebuah aliran pemuja Siwa yang bahkan sudah berkembang pada masa Pra-Arya. Dalam pandangan seorang Waisnawa seperti Resi Walmiki , Rahwana (seorang raja besar dan penyembah Siwa yang taat) tentulah dinyatakan sebagai keturunan Wangsa Daksa berjenis raksasa yang ditampilkan dalam sosok yang dalam dirinya penuh nilai-nilai demonik, jahat, kejam, licik.
Opini yang beredar bahwa Rama berada pada sisi kebaikan sedangkan Rahwana pada posisi seberang adalah karena kisah Ramayana yang sampai pada telinga kita pada hari ini ditulis berdasarkan doktrin Wisnuisme dan berasal dari satu saja sudut pandang, yaitu sudut pandang Walmiki, yang bermazhab Waisnawa.