Lihat ke Halaman Asli

Luana Yunaneva

TERVERIFIKASI

Certified Public Speaker, Hypnotist and Hypnotherapist

Gurihnya Menyantap Sate Emprit, Si Musuh Petani

Diperbarui: 9 Mei 2018   02:31

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sebanyak 50 tusuk sate emprit siap dimakan bersama rekan dan kolega (foto: Luana Yunaneva)

"Burung pipit yang kecil dikasihi Tuhan. Terlebih diriku dikasihi Tuhan," begitulah potongan lagu yang dinyanyikan beberapa anak kecil, Minggu pagi yang lalu. Ya, burung pipit memang memiliki tubuh yang kecil namun ia menjadi musuh bebuyutan pagi para petani. Pasalnya, hewan yang biasa disebut dengan burung emprit ini merupakan hama yang kerap menyerang tanaman padi di sawah. Tak heran jika para petani berusaha mengusirnya dengan memasang orang-orangan atau memedi sawah, begitu orang Jawa menyebutnya.

Pandangan kebanyakan orang mengenai burung emprit yang kerap mengganggu justru dijadikan peluang usaha bagi Darmiyanto, warga Desa Wonojoyo, Kecamatan Gurah, Kabupaten Kediri, Jawa Timur. Pertama, ia menjual burung-burung emprit yang sudah dicat dengan aneka warna lebih dulu di sebelah sebuah sekolah dasar, tempat ia membuka warung.

Warung sate emprit milik Darmanto yang ada di Kecamatan Gurah, Kabupaten Kediri, Jawa Timur (foto: Luana Yunaneva)

Ide menjual burung emprit warna-warni ini berawal dari momentum bulan puasa beberapa tahun yang lalu, di mana ia tak dapat membuka warungnya seperti biasa di sekolah. Burung-burung tersebut dijualnya saat murid-murid pulang dari sekolah.

Namun tak semua burung laku terjual dan akhirnya mati, Darmiyanto pun memikirkan, apa yang sebaiknya ia lakukan agar tak terlalu banyak menanggung rugi. Setelah berpikir, ia dan istrinya mencoba untuk mengolah burung emprit menjadi sate, kemudian menjualnya.

Tak disangka, ternyata inovasinya membuat sate burung emprit justru menuai tanggapan positif dari para konsumen. Banyak orang berbondong-bondong menuju warung dadakan yang dibukanya saat bulan Ramadan demi mencicipi sate emprit. Antusiasme masyarakat Kediri dan sekitarnya yang di luar prediksinya, membuat Darmiyanto bertekad menjalankan bisnis kuliner ini dengan serius.

"Sekarang untuk bisa dapat burung emprit, saya pesan kepada pengepul. Itu pun dalam kondisi sudah bersih dan siap untuk diolah," tukasnya.
Untuk proses pembuatan sate emprit, terang Darmiyanto, tak jauh berbeda dengan sate-sate pada umumnya yang menggunakan bumbu kacang dan kecap manis. Namun karena burung emprit memiliki tekstur yang berbeda dibandingkan bahan baku sate lainnya, seperti ayam dan kambing, ia memiliki resep khusus.

Proses pembakaran sate yang dilakukan sendiri oleh Darmanto (foto: Luana Yunaneva)

"Satu tusuk sate terdiri dari dua ekor burung emprit. Supaya mendapatkan tekstur daging burung emprit yang empuk, sate dicelupkan sebentar ke dalam air yang sudah dicampur dengan parutan buah nanas sebelum dibakar. Pencelupan sate ke dalam air parutan buah nanas ini juga untuk menghilangkan bau amis dari burung emprit," paparnya.

Sementara itu, proses pembakaran tak membutuhkan waktu lama, yakni sekitar sepuluh menit. Hal ini dilakukan Darmiyanto agar daging burung emprit tidak hancur, namun masih tetap lunak saat dikunyah.

Satu porsi sate emprit dan sepiring nasi putih hangat sudah menggoda lidah siapapun yang melihatnya (foto: Luana Yunaneva)

Seporsi sate burung emprit yang berisi sepuluh tusuk biasanya dinikmati dengan sepiring nasi putih hangat. Daging burung emprit yang kecil dan gurih membuat kuliner yang satu ini memiliki citarasa yang sangat unik. Dagingnya terasa empuk dengan sensasi crunchy dalam sekali gigitan, yummy !!!

Cukup merogoh kocek Rp20.000,00 perporsi sate emprit (belum termasuk nasi putih dan minuman), pecinta kuliner bisa menikmati lezatnya makanan yang diyakini juga bisa menyembuhkan sejumlah penyakit ini, seperti jantung lemah dan asma. Tak heran jika manfaat dari kuliner yang satu ini banyak dicari oleh masyarakat, bahkan mereka yang berasal dari luar kota sekalipun. Apalagi lokasinya cukup mudah ditemukan karena hanya berjarak sekitar satu kilometer dari Monumen Simpang Lima Gumul.

Dalam sehari, Darmiyanto biasa menghabiskan antara 700 hingga 1.000 ekor burung emprit untuk melayani kebutuhan konsumen. Sementara saat musim liburan seperti hari raya Idul Fitri, jumlah tersebut bisa meningkat hingga 4.000 ekor.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline