Lihat ke Halaman Asli

Sulistyo

Buruh Dagang

Toleransi dan Sikap Manusia yang Berperadaban

Diperbarui: 21 Maret 2019   19:43

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Sempat sedikit terkesima, terharu sekaligus tergugah  - setelah membaca rubrik Pendidikan dan Kebudayaan di Harian Kompas berjudul: Saatnya Kembali ke Pancasila (18 Maret 2019, berita utama di halaman 9).

Didalam benak penulis tentu bertanya. Ada apa ini? Sudahkah kita kehilangan atau mulai cenderung melupakan dasar dari segala pijakan manusia hidup di negeri ini?

Dan setelah runut membaca berita tersebut, ternyata banyak hal sekaligus makna yang dapat dipetik. Fenomena kekerasan bahkan teror dan pembiadaban antara manusia dengan manusia lainnya masih ditemui dan masih selalu terjadi dibanyak tempat, baik didalam maupun diluar negeri.

Paling tampak dan sangat menggemparkan serta menyentuh nurani kita yaitu kasus penembakan membabi buta di Selandia Baru terhadap para jamaah yang sedang beribadah (Shalat Jumat, 15/3) menewaskan 49 orang dan melukai 48 orang. Sebelumnya, kasus-kasus penembakan "ngawur" juga terjadi dibeberapa mancanegara. Salah satu pemicunya secara fisik mungkin saja kepemilikan senjata disana dibolehkan, dan manusia sebagai pemilik atau yang menggunakannya terlepas dari kontrol.

Untungnya, di negeri kita kepemilikan sejata api sangat ketat dan tidak sebebas di sana. Jika hal demikian diberlakukan sama -- bukan tidak mungkin jumlah nyawa manusia juga akan banyak hilang sebagai akibatnya.  Ini cukup logis, dengan menyontohkan bahwa kepemilikan senjata tajam saja sudah banyak memakan korban, apalagi sejata api?

Terlepas dari apa yang melatar belakangi setiap tindakan manusia biadab tersebut, maka pihak berwajib dimanapun perlu terus untuk mengusutnya secara menyeluruh dan tuntas.

Walaupun di negeri ini kepemilikan sejata api sangat ketat dan tidak sebebas disana. Bukan berarti menjamin disegala penjuru tanah air aman. Ancaman disana-sini nampaknya masih perlu diwaspadai, mengingat percepatan perkembangan globalisasi dan teknologi informasi dengan segala dampak ikutannya telah mempermudah pihak tertentu beserta jaringannya untuk bertindak anarkhis.

"Bom rakitan"  yang dikenal sebagai sejata "bom bunuh diri" sesungguhnya temasuk senjata mematikan yang bisa dilakukan untuk menewaskan kerumunan orang.  Mulai kasus "Bom Bali" dan seterusnya  masih saja gejala demikian berlangsung yang dilakukan oleh kelompok radikal didalam negeri terhadap sasaran yang tidak sesuai dengan kehendaknya. Bukankah ini merupakan "ancaman tersembunyi" yang setiap saat kemungkinan bisa terjadi?

Seperti halnya peristiwa yang selama belakangan terjadi seolah beruntun berkait tragedi kemanusiaan, banyaknya korban tewas  bukanlah hanya dikarenakan tersedia dan mudahnya  sarana fisik yang bisa dimiliki/diperoleh manusia di muka bumi. Lebih dari itu, penulis memandang sangat tergantung pada sikap atau perilaku para pengguna/pemanfaatannya.

Perkembangan jaman ditandai percepatan ilmu pengetahuan dam teknologi yang telah diciptakan sesungguhnya untuk menunjang kesejahteraan demi kehidupan bersama, berkolaborasi sehingga taraf kehidupan sesama manusia menjadi lebih baik, aman dan nyaman dibanding waktu sebelumnya.

Di sinilah sikap, perilaku, mental, jiwa, cara pandang, pemikiran ataupun apa sebutannya menjadi penting untuk diungkap, menjadikan bahan refleksi untuk menuju penyadaran diri. Adapun hal yang bersangkut paut dengan hal tersebut  diantaranya perlunya pendidikan moral yang kuat dan mengakar.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline