Lihat ke Halaman Asli

Listhia H. Rahman

TERVERIFIKASI

Ahli Gizi

Memanjakan Otak dengan Seni, Memang Bisa?

Diperbarui: 28 Agustus 2017   20:26

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

ilustrasi (https://anationofthinkers.info/)

Saya bersyukur, karena dilahirkan ditengah keluarga yang tidak memaksakan untuk menjadi apa. Termasuk juga dalam memilih yang disuka, seperti dalam hal hobi yang berkaitan dengan seni.

Sedari kecil, orangtua saya tidak pernah menuntut anak-anaknya untuk bisa melakukan ini itu. Mereka membebaskan saya sebagai anak bereksplorasi, memilih sendiri untuk melakukan apa yang memang disukai. Ya, saya merasa sangat beruntung karena orangtua saya bukanlah orangtua yang menakutkan seperti yang pernah katanya (dan sering) saya dengar, yang menyuruh si anak pergi ke tempat les dari satu tempat ke tempat yang lain, lebih dari satu.

Berkenalan  dengan Seni untuk kali Pertama

Saya akan selalu ingat, bagaimana cara elegan orangtua mengenalkan hal-hal berbau seni pada saya. Elegan karena caranya bahkan membuat saya tidak merasa bahwa saya sedang diintervensi untuk menjadi suka. Waktu itu, lewat kakaklah cara orangtua membuat saya bisa ikut jatuh cinta kepada seni. Seni tari, tepatnya.  Ya, gara-gara sering menemani dan melihat kakak di sanggar saat latihan membuat saya, yang terpaut usia empat tahun dengan kakak, tiba-tiba juga ingin yang sama. Dimasukan ke sanggar agar bisa ikut menari.

Tapi..saya memang mesti menunggu, karena usia saya masih terlalu kecil kala itu. Keinginan masuk ke sanggar tari baru terwujud saat saya sudah resmi berseragam merah putih, masuk sekolah dasar. Yeay!

Setelah bisa masuk sanggar, ternyata ada yang lain yang juga membuat saya jadi tertarik. Ya, menjadi anak sekolahan, ternyata membuat saya bertemu dan jatuh cinta pada Seni lukis.  

Sepertinya jadi wajar-wajar saja. Namanya juga anak kecil, usia-usia itu barangkali hampir semua anak-anak suka seni lukis, menggambar dan mewarnai. Apalagi saat itu, dijaman saya masih sekolah dasar, pewarna krayon sedang ngetrend-ngetrendnnya sehingga rata-rata memiliki dan menjadi suka menggambar serta mewarna.

Hingga suatu hari, salah satu guru di sekolah saya, yang juga merangkap guru seni, melihat ada yang lain. Beliau berkata bahwa saya punya bakat dan potensi di dunia yang penuh warna-warni itu, hanya perlu diasah dan dilatih saja. Ya, saya akan selalu ingat betul-betul siapa nama beliau yang telah banyak memotivasi saya untuk jatuh cinta lebih dalam pada dunia menggambar, (Almarhum) Pak Mar.

Saya (dilingkari merah) sewaktu mengikuti lomba menggambar (dokumen pribadi)

Puncaknya ketika saya duduk di kelas lima. Ketika Pak Mar menjadi walikelas saya, saya dipercaya untuk mengikuti lomba menggambar mewakili sekolahan tingkat kecamatan.  Padahal, disaat yang sama saya juga lolos mengikuti seleksi  lomba tari. Tidak ingin mengecewakan beliau, akhirnya di hari itu saya mengikuti double lomba, menggambar dan menari. Juara semua?Nggaklah, cuma tari, itu pun di peringkat tiga.Haha.

Meski waktu itu belum berkesempatan membawa piala, Pak Mar tidak pernah menaruh kecewa pada saya. Sebaliknya, beliau terus memotivasi saya untuk terus berlatih, untuk terus mengingat apa pelajaran yang pernah beliau berikan,  menggambar tanpa keraguan  dan mencampurkan warna dengan berani. Terima kasih, Pak Mar!

Mencicipi Dunia Lukis Lagi!

Setelah lulus sekolah dasar, dunia lukis saya sentuh hanya ketika ada tugas kesenian semata. Ntah mengapa, saya seperti kehilangan gairah. Mengikuti lomba apa lagi.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline