Lihat ke Halaman Asli

Retno Septyorini

Suka makan, sering jalan ^^

Jangan Takut Melapor Jika Terjadi atau Melihat Kejahatan, Ada LPSK!

Diperbarui: 22 November 2018   00:11

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Sewaktu masih duduk di bangku sekolah dasar, sekolah saya itu berada tepat di belakang tempat kerja bapak. Jadi bisa ditebak, kalau bapak tidak pergi ke cabang yang lain, ke sekolahnya pasti nebeng bapak. Nanti pulangnya baru dijemput ibu. Jadilah frekuensi motoran maupun sepedaan di sepanjang jalan menuju sekolah cukup terpatri di ingatan.

Suatu pagi di musim kampanye, tepatnya saat melewati perempatan yang terletak di tengah desa terdengarlah suara khas motor yang digembar-gemborkan begitu keras. Gubrak! Jadilah saya yang awalnya duduk manis di jok belakang sepeda motor tetiba saja saya sudah nangkring di atas tanaman teh-teh'an. Jenis tanaman berdaun kecil nan rimbun yang biasa ditanam hingga setinggi satu meter lebih. Karena sengaja ditanam setinggi itu, banyak tetangga yang kerap memanfaatkannya sebagai "benteng" alami alias pembatas tanah warga dengan jalan.

Terang saja saya kaget lalu menangis. Diantara kekalutan pagi itu, saya melihat orang yang bertabrakan dengan kami itu langsung menyembunyikan berbagai atribut yang terlanjur dipakai. Kabar baiknya, urusan kami pagi itu berakhir dengan cara kekeluargaan.

***

Berpuluh tahun kemudian, bapak sahabat saya mengalami kejadian serupa, kecelakaan motor. Saat itu Pak Amar (bukan nama sebenarnya) sampai harus menjalani rawat inap selama beberapa waktu. Bedanya, setelah terjadi kecelakaan, pengendara motor yang menabrak bapak teman saya itu tidak mengaku bersalah sekaligus tidak mau bertanggung jawab.

Malah di lain hari iasempat mengajak seorang kerabat "berpangkat" yang dirasa akan membantunya berkelit. Tak disangka, kerabat yang ia bawa ternyata kenal baik dengan keluarga kawan saya yang waktu itu posisinya sebagai korban. Tak ayal, si penabrak pun harus menelan kekecewaan sembari menanggung malu berkali lipat. Sudah salah, bawa saudara yang tidak tahu apa-apa dengan dalih punya kenalan orang yang "berpengaruh", eh ujung-ujungnya nggak berarti apa-apa.

Sebenarnya keluarga kawan saya tidak menuntut ganti rugi secara materi. Mereka hanya menginginkan permintaan maaf atas kesalahan telah ugal-ugalan di jalan, tentu dengan harapan agar si anak dapat intropeksi diri dan lebih hati-hati lagi saat berkendara sehingga kejadian ini tidak terulang lagi.

***

Di hari lain, kawan saya juga pernah mengalami penodongan saat akan turun dari bus. Meski sadar tengah ditodong, namun karena kaget campur takut, pada akhirnya ia merelakan handphone kesayangannya diambil penjahat. Waktu itu ia hanya cerita ke teman di kampus. tanpa melapor pada pihak berwajib. Dan ternyata kawan saya lainnya juga pernah mengalami kejadian serupa saat tengah menikmati weekend di salah satu pasar kaget di Jogja.

Minggu pagi kala itu ia jelas merasa ada yang mengambil sesuatu dari tasnya. Seingatnya, si pencuri mengenakan baju putih. Setelah diingat-ingat, ternyata kejahatan di keramaian semacam ini ternyata sudah direncana. Bayangkan saja, di hari itu ada beberapa orang berbaju putih yang tiba-tiba saja mendekati teman saya. Setelah barang curian berhasil digenggam, barang tersebut akan langsung dioper beberapa kali.

Tujuannya bisa ditebak, bukan? Ya, untuk menghilangkan jejak! Canggihnya lagi hal ini hanya berlangsung sekian detik. Begitu rapi dan terlatih! Lagi-lagi, kawan saya tidak melapor ke pihak berwenang. Cocok sekali dengan data sebuah berita yang dirilis Juli tahun ini yang menyebutkan bahwakorban kejahatan sebenarnya meningkat, namun laporannya justru menurun.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline