Lihat ke Halaman Asli

Kala Jogja Menyambut Pesona Ramadhan

Diperbarui: 26 Juni 2015   02:26

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

...

Di persimpangan langkahku terhenti
Ramai kaki lima menjajakan sajian khas berselera
Orang duduk bersila
Musisi jalanan mulai beraksi seiring laraku kehilanganmu
Merintih sendiri, di tengah deru kotamu

(Katon Bagaskara)

...

Jogja, kota satu ini tentulah tak asing lagi di telinga kita. Pesonanya melegenda hingga ke manca negara. Kota yang tersohor akan cita rasa gudegnya ini memang istimewa. Istimewa negerinya, istimewa orangnya. Maka tak heran jika Jogja menjadi tempat perantauan terfavorit. Mayoritas perantau disinyalir bertujuan demi mengenyam bangku pendidikan. Wajar lah namanya juga Kota Pendidikan.

Tak terasa sudah setahun lamanya kutimba ilmu Fisika di kampus kerakyatan Jogja. Warna-warni pesona kota Jogja cukup melekat di hati. Pesona iklim mahasiswanya, pesona budayanya, pesona kulinernya, bahkan pesona erupsi Merapi dan banjir lahar dingin Merapi pun telah kucicipi semua.

Pesona kota ini tampak kian merekah mana kala Sang Ramadhan tiba. Sajak-sajak Katon Bagaskara tentang Jogja pun semakin terlihat nyata olehku. Ya, nampak jelas. Karena awal Ramadhan ini, Jogja seakan menahanku supaya tetap tinggal dan menunda kepergianku ke kampung halaman. Nampaknya ada yang ingin ditunjukkan kota ini kepadaku.

Dengan ikhlas kunikmati pesona awal Ramadhan tak bersama keluarga di kampung halaman. Beruntung rekan-rekan kos-ku masih setia menemani. Terlebih lagi ternyata uang saku pun masih cukup untuk menyambung hidupku untuk beberapa hari ke depan. Sepertinya pesona Ramadhan Jogjakarta tahun ini akan menjadi untaian cerita penuh makna bagiku.

Menjelang sahur, sengaja kusempatkan diri untuk berkeliling menikmati suasana sahur kota Jogja. Hawa dingin yang merasuk tak menghalangi niatku. Malahan, suasana sahur kota ini memendarkan kehangatan yang istimewa bagiku. Puluhan pedagang kaki berjajar di pinggiran jalan, menanti kehadiran sang pelanggan. Walhasil sebuah warung burjo Sunda menjadi pilihan sajian sahurku. Bagi mahasiswa Jogja tentu tak asing dengan warung burjo. Beraneka menu disajikan di sini dengan harga yang cocok dengan selera kocek mahasiswa.

Seusai sahur aku bergegas menuju masjid untuk menunaikan sholat Subuh. Kali ini Masjid Colombo menjadi incaranku. Suasana hangat kembali menyeruak ketika semua jama'ah saling bersalaman ketika bersua, meskipun tak kenal satu sama lain. Ustadz, Bapak RT, pegawai, mahasiswa, hingga tukang becak berbaur tanpa sekat kasta. Khutbah seusai sholat pun disampaikan sang khotib tanpa ada kesan menggurui.

Singkat cerita, waktu berbuka semakin dekat. Dengan segera kurapikan diri bersiap menuju Masjid legendaris kota Jogja, Masjid Agung Jogjakarta. Masjid kebanggaan rakyat Jogja ini setiap hari selama Ramadhan rutin mengadakan acarangabuburit.Pengajian akbar yang dilanjutkan dengan buka bersama menjadi tradisi Ramadhan di masjid ini. Kompleks masjid yang dibangun pada masa Sultan Hamengku Buwono I ini tiba-tiba dipadati oleh ratusan warga Jogja. Bahkan terlihat pula pengemis dan pengamen yang ikut berbaur. Semuanya mengikuti rangkaian acara dengan santun dan tertib. Sungguh suasana yang istimewa.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline