Lihat ke Halaman Asli

Leya Cattleya

TERVERIFIKASI

PEJALAN

Jins Kita dari Baju Pekerja, Simbol Pemberontakan, Salah Eja sampai Produk Beretika

Diperbarui: 2 Juni 2019   02:41

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Celana jeans/jins| Ilustrasi: Pixabay

Kapan Terakhir Kau Cuci Jinsmu? 
Akhir pekan adalah saatnya kita sibuk dengan urusan rumah. Bersih-bersih kamar. Mengecek baju yang perlu dicuci di rumah atau dikirim ke laundry.

Adakah jins/jeans di antara baju kotor itu? Ingatkah, kapan terakhir anda mencucinya? Jujur lho ya. Mungkin ada yang jawab seminggu yang lalu. Tapi mungkin jawaban terbanyak adalah sebulan yang lalu. Atau ada yang menjawab dengan mencucinya enam bulan yang lalu?

Nah.. jangan berkecil hati. Chip Bergh, CEO Levi's ternama di Amerika Serikat menyampaikan alasan mengapa kita tidak perlu mencuci jins kita terlalu sering. 

Ia mengatakan, mencuci jins terlalu sering hanya akan merusak bahannya dan membuang buang air. Bahkan, bila terkena noda, ia menyarankan cukup membersihkan bagian kotor itu dengan sikat gigi. Hanya saja, ia tidak mengatakan berapa banyak kuman ada di jins itu bila kita tidak mencucinya dalam waktu lama. Waduuuh. 

Levi's juga memberikan pengetahuan kepada konsumen untuk menggantungkan jins mereka setelah beraktivitas dan dapat menggunakannya kembali setelahnya. "Jins dapat bertahan selama 6 bulan tidak dicuci dan tetap baik,"kata Chip Bergh lagi.

Historyofjeans,com

Sejarah Jins, dari Baju Pekerja Kasar, Ekspresi Pemberontakan, sampai Baju Kasual yang Populer. 
Bila kita tengok sejarahnya, nama Jacob Davis dan Levi Strauss tak bisa dipisahkan dari jins yang ditemukan pada tahun 1873. Tak salah bila kemudian masyarakat penggunanya sering menyebut celana jins sebagai Levis. Video link di bawah ini mungkin akan memberikan gambaran sejarah dari jins. 

Jeans sendiri adalah nama kota di Genoa di Italia. Ini adalah lokasi pabrik pembuatan katun korduroi. Sementara Levis pindah dari Jerman untuk bekerja bersama saudaranya untuk membuka cabang toko kelontong di San Francisco. Di antara barang-barang kelontong itu, terdapat baju katun.

Salah satu pelanggan toko kelontong ini adalah Jacob W. Davis, penjahit dari Reno Nevada. Saat itu Davis membuat produk-produk fungsional seperti tenda, selimut kuda, dan semacam terpal penutup kereta.

Suatu saat, pelanggan Jacob W Davis memintanya membuatkan celana kerja untuk pekerja kasar. Jacob membuatnya dari bahan denim yang ia beli dari Levi Strauss & Co. Sebagai pelengkap ia tambahkan kancing logam dan jahitan melingkar pada saku. Ketika ia hendak membuat paten celana ini, ia menulis kepada Levi Strauss dan mereka kemudian menjadi mitra. Mereka membuka pabrik lebih besar.

Ini akhirnya jadi sejarah jins. Dari baju pekerja kasar, simbol penolakan, dan menjadi bagian dari fesyen yang aneka rupa. Harga jins memang bisa bervariasi dan dimulai dari sekitar Rp 55.000 pada tingkat grosir sampai dengan Rp 3,5 Miliar untuk fesyen houte couture. Artinya, jins yang memang pemilik patennya adalah Levi's, berkembang dan menjawab kebutuhan siapapun. Ini istimewa.

Ada pertanyaan "Siapa laki-laki keren selalu memakai jins, bukan bahan baju lainnya?" Saya akan menjawabnya dengan "Brad Pitt". Ini boleh dicek. Setujukah? Rupanya Brad Pitt dengan jins bukan hanya keren di mata saya, Levi's pun menjadikannya model jins dalam beberapa dekade. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline