Lihat ke Halaman Asli

Usman Kusmana

Seorang Lelaki Biasa Dan Pegiat Sosial Politik

Dari Pilgub DKI Jakarta Menuju Pilgub Jawa Barat

Diperbarui: 24 Juni 2015   23:40

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

13486403561844521683

[caption id="attachment_214643" align="aligncenter" width="620" caption="Ilustrasi. Rieke Diah Pitaloka, salah satu kandidat yang akan meramaikan Pilkada Jawa Barat nanti./Admin (SERAMBI INDONESIA/BUDI FATRIA)"][/caption]

Setelah usai hiruk pikuk Pilgub DKI Jakarta dan menghasilkan pasangan Jokowi-Ahok sebagai peraih suara terbanyak sementara berdasar hasil hitung cepat lembaga-lembaga survai, kini Suasana panas politik akan berpindah ke Provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur. Provinsi dan waktu yang paling dekat dengan pelaksanaan pilgub DKI Jakarta adalah Provinsi Jawa Barat yang akan menggelar pelaksanaan Pilgub pada Bulan Februari 2013.

Apa yang terjadi di Pilkada DKI Jakarta, pasti akan berdampak terhadap Pilgub Jawa Barat. Gubernur dan Wakil Gubernur yang saat ini menjabat adalah Ahmad Heryawan dari PKS (dulu anggota DPRD Provinsi DKI Jakarta) dan Dede Yusuf yang dulu politisi PAN kemudian loncat ke Demokrat.

Ahmad Heryawan sudah dipastikan oleh PKS untuk dicalonkan kembali sebagai Cagub periode kedua kalinya. Begitu pula dengan sang Wagub Dede Yusuf, Ada kemungkinan kuat bahwa mereka akan bertarung dalam pilgub nanti. Karena sang Wagub juga maju mencalonkan diri sebagai cagub. Sementara beberapa nama kandidat lain yang muncul adalah Ketua DPD Golkar Provinsi Jawa Barat Irianto MS Syaifudin (Yance), Walikota Bandung Dada Rosada, Politisi PDIP Riekeu Diah Pitaloka, Ketua DPD PAN Jabar Edi Darnadi, ketua DPW PKB Jabar Dedi Wahidi (Dewa) dll.

Apa yang terjadi dalam Pilgub di Jakarta kemarin, dipastikan menimbulkan effect domino dalam peta politik dan pergerakan calon dalam pilgub Jabar. Paling tidak dari sisi hitung-hitungan koalisi parpol yang akan mengusung calon, dan siapa calon yang akan diusungnya. Beberapa hal yang menjadi pertimbangan dalam membaca peta politik dalam Pilgub Jawa Barat jika melihat kenyataan di DKI Jakarta.

Pertama, Fakta bahwa koalisi parpol yang supergemuk sekalipun di Jakarta (Demokrat, Golkar, PKS, PAN, PPP, PKB) dengan kekuatan 80 persen kursi di parlemen, ternyata tak mampu memenangkan memenangkan kandidat yang diusungnya yaitu Fauzi Bowo-Nahrowi Ramli

Kedua, Fakta bahwa koalisi parpol yang mayoritas dan kandidat yang diusungnya pun masih menjabat sebagai gubernur (Incumbent/Petahana) ternyata tak mampu “membeli” simpati rakyat. Hal ini menunjukan bahwa Parpol sudah tidak menjadi faktor yang menentukan dalam perhelatan Pilkada Langsung, kekuatan figur calon lebih dominan.

Ketiga, Kekuatan finansial (wani piro) baik dari kantung pribadi, maupun mendompleng pada kekuatan dana APBD melalui bansos, hibah, program-program dinas yang biasanya dimanfaatkan oleh Gubernur Petahana, ternyata tetap tak menjadi jaminan rakyat akan terpengaruh dan menentukan pilihan padanya. Karena ternyata rakyat hari ini sudah lebih cerdas menilai calon pemimpinnya. Jika dia bagus kinerjanya dan dicintai rakyatnya, dia akan dipilih kembali, jika dia dipersepsikan gagal dan tak disenangi oleh rakyatnya, dia tidak akan dipilih kembali oleh masyarakatnya.

Keempat, Pesona dan visi serta harapan yang ditawarkan seorang calon ternyata lebih menarik perhatian publik. Personal brand Jokowi-Ahok dalam Pilgub kemarin dengan berbagai manuvernya ternyata mendapatkan tempat yang layak disisi rakyat Jakarta. Bagaimana karakter pribadi Jokowi yang apa adanya, santun, ramah, sederhana, merakyat, mampu menyihir warga Jakarta, hanya dalam jangka waktu 3 bulan saja, beliau mampu menciptakan brand image yang positif yang mampu menjadi media darling, yaitu dengan fenomena baju kotak-kotak. Dia jalan kaki blusukan dari kampung ke kampung secara natural, bukan semata pencitraan. Sementara ramainya pemberitaan di media massa baik mainstream maupun sosial hanyalah penyempurna saja.

Lalu bagaimanakah peta Kandidat dan kekuatan politik di Jawa Barat sendiri?. Harus diakui, bahwa kemenangan Ahmad Heryawan dan Dede Yusuf sebagai Gubernur Jabar pada Pilgub 2007 lalu sangatlah diluar perkiraan. Sama persis dengan apa yang terjadi di Jakarta hari ini. Bedanya dulu pasangan ini menjadi kuda hitam dari kerasnya pertarungan politik antara dua paket calon (Agum Gumelar-Nu’man Abdul Hakim) yang diusung PDIP,PPP,PKB dll, dengan paket (Danny Setiawan-Iwan Sulanjana) yang didukung oleh partai Golkar dan Partai Demokrat. Sementara paket (Ahmad Heryawan-Dede Yusuf ) didukung oleh PKS dan PAN.

Pada saat itu faktor penentu kemenangan pasangan Ahmad Heryawan-Dede Yusuf terletak pada figur Dede Yusuf nya. Dia sangat populer di kalangan masyarakat Jawa Barat, terutama kalangan ibu-ibu atau perempuan pada umumnya. Karena Dede Yusuf sering nongol di televisi dengan iklan Bodrex nya. Pada saat itu pesona Dede Yusuf benar-benar menyihir masyarakat Jawa Barat. Banyak ibu-ibu yang sambil ketawa ketiwi mengatakan “akh abi mah milih bodrex we nu ganteng” Ah saya mah milih bodrex (Dede Yusuf) yang ganteng.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline