Lihat ke Halaman Asli

ACJP Cahayahati

TERVERIFIKASI

Life traveler

Tidak Semua Orang Asing Itu 'Bill Gates' dan Tahu Indonesia Bukan Hanya Bali

Diperbarui: 25 Juni 2015   02:19

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Terkadang muncul perasaan 'sedih'' bila kebetulan membaca blog atau ngobrol dengan orang Jerman atau orang asing yang menuliskan atau bercerita pengalaman mereka bergaul dengan orang Indonesia. Bila pengalamannya positif tentu saja saya ikut senang dan bangga, tapi bila pengalamannya negatif, ya saya kecewa tentunya.

Lebih 'sedih' lagi, pernah saya membaca sebuah blog yang menuliskan pengalaman siswa Jerman di Indonesia bagaimana ia diperlakukan seperti Bill Gates, padahal tentu saja ia juga sehijau anak-anak di sekolah yang dia kunjungi. Ia pun menuliskan bagaimana risihnya ia diperlakukan seperti  itu apalagi saat ada siswa setempat yang menuliskan ingin seperti anak Jerman ini. Dug ... saya ikut 'sedih' membaca ini. Bila keinginan seperti anak Jerman ini yang dimaksud untuk dapat melihat-lihat negara lain, tentu saja baik. Tapi keinginan dalam konteks lainnya itu yang tidak jelas kan, tidak heran bila anak Jerman ini pun risih saat membacanya.

Bila pernah hidup di luar Indonesia, tentu akan segera menyadari bahwa tidak semua yang asing atau 'bule' itu mengkilap dan serba tahu. Saya pernah beberapa kali tidak sengaja ngobrol ringan dengan orang asing yang bahkan tidak tahu kalau Bali itu ada di Indonesia bahkan lebih parah lagi, tidak tahu letak Indonesia. Ilmu bumi bukan makanan setiap orang ternyata.

Teman saya, orang asing yang bermukim di Indonesia, pernah diminta mengajar di sebuah universitas swasta cukup bergengsi di Jakarta, bukan karena kompetensinya tapi karena 'wujudnya yang asing'. Menurutnya, mahasiswa Indonesia yang terdaftar di sana menginginkan 'orang asing' yang mengajar (walaupun kompetensinya untuk standar negaranya saja, tidak cukup). Ceritanya bagi saya terasa sindiran, betapa anehnya keinginan sebagian dari masyarakat kita.

Konflik identitas ini memang menyedihkan. Saya tidak tahu penyebabnya, apakah karena terlalu lamanya kita dijajah asing atau karena kekecewaan pada kegagalan sistem Indonesia menanamkan rasa identitas nasional ?? Seperti misalnya gejala RSBI atau Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional pun menurut saya gejala tidak menyenangkan yang mana para pemikir sistem pendidikan Indonesia perlu segera turut campur tangan sebelum terjadi keterpurukan identitas nasional yang lebih dalam.

Saya cukup yakin masih banyak kebaikan yang bisa digali dari dalam diri kita, yang murni milik kita dan sesuai dengan hakiki kita, bukan adopsi dari negara A atau negara B. (ACJP)




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline