Lihat ke Halaman Asli

Kristo Ukat

Dosen di STP St. Petrus Keuskupan Atambua-Kefamenanu-Timor-Nusa Tenggara Timur

Tidak Lenyap Tetapi Hidup

Diperbarui: 4 September 2021   14:49

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jadilah beriman selama hayat dikandung badan. Dokpri.

Segalanya mengalir dan pergi. Waktu terasa begitu cepat berputar. Hidup manusia pun beranjak menuju banyak angka usia lalu menurun dan berkurang bahkan akhirnya berhenti daya aktif hidup. Hidup manusia tidak hanya berproses menuju kematangan tetapi juga berjalan menuju usai usia di bumi. Segalanya terasa sementara dan fana bahkan punah.

Pada titik ini, segala celoteh riang seolah dipaksa berhenti dan bertekuk lutut pada situasi batas yang tak kenal kompromi. Segalanya hanya sementara lalu mengalir pergi. Setiap orang ada masanya dan setiap masa ada orangnya.

Ada yang harus pergi. Ada yang harus datang. Tetapi ada yang memang harus tetap ada dan tidak berubah. Yang pergi itu karena telah selesai tugas. Yang datang itu karena ingin memulai tugas. Sedangkan yang ada dan tidak berubah harus tetap ada karena hakekatnya memang demikian.

Kita fokus kepada makluk bernama manusia. Hidup manusia mulai dari lahir, bergerak dan ada serta akhirnya harus kembali. Pengalaman ini, berjalan terus dan bergerak menuju titik finalnya pada kematian. Perasaan bisa berubah, sifat bisa ditata ulang, keputusan bisa ditinjau kembali, kesalahan bisa diperbaiki, tawa dan canda bisa berubah jadi duka dan derita, yang sakit bisa sembuh dan yang sembuh bisa sakit. Namun nasib dan perjalanan hidup makluk bernama manusia, siapapun orangnya, seolah bergerak dari titik star menuju titik final dan selesai.

Kematangan dan kedewasaan membutuhkan jalan berproses dan berputar. Bahwa manusia yang hidup perlu mengolah dan menata hidupnya. Selagi masih ada nafas untuk hidup dan bergerak, manusia harus berjuang dengan berbagai cara untuk memaksimalkan hidupnya. Proses ini bisa berputar-putar sampai sekian kali untuk mendapat hasil maksimal. Proses ya proses. Tetapi pada titik tertentu, segala upaya manusia akan diperhadapkan dengan situasi batas. Segalanya harus berhenti dan selesai tanpa membutuhkan dalil apapun.

Ternyata hidup manusia itu singkat. Kematian menjadi titik batas ziarah hidup makluk berbudi bernama manusia. Berhadapan dengan peristiwa ini, manusia seperti kehilangan daya waras akal untuk menganalisanya. Ia seolah memiliki tenaga untuk menaklukkan pisau analisa manusia. Manusia berupaya namun maut selalu pasti datangnya tanpa membuat kompromi tentang batasan usia dan lain sebagainya.

Maut memporakporandakan perjuangan hidup manusia. Orang terdekat, sahabat, orang yang dikasihi, tetangga, kawan dan lawan, harus tetap takluk. Seganas itukah maut, hingga tidak pernah memberi kesempatan agar manusia berpikir keras mencari solusi?  

Duka karena kematian memang membuat logika takluk dan kalah. Di moment ini, makluk manusia tidak boleh bertahan pada titik penuh rasa. Manusia pun tidak boleh hanya mengandalkan logika. Semuanya akan takluk. Di sini perlu ada keberanian untuk masuk dan menerobos lorong refleksi untuk menemukan hakekat terdalam hidup. Logika saja tidak cukup. Perasaan saja pun demikian. Orang perlu masuk ke dalam ruang kaya makna bernama iman. Iman dapat menolong budi karena indra saja tidak mencukupi.

Iman itu bukan ruang tanpa logika dan rasa. Iman itu melampauinya. Iman menuntun orang untuk berserah. Pertolongan kita dalam nama Tuhan, karena Dialah yang menjadikan langit dan bumi. Pada titik ini, manusia harus maju dalam refleksi tentang maut. Maut yang membawa kematian bisa terjadi kapan saja, di mana saja dan kepada siapa saja. Maut pun tidak butuh kompromi dan banyak konsultasi. Maut dapat memporakporandakan semuanya itu. 

Ternyata duka yang menyedihkan karena maut memisahkan, bisa berubah karena iman. Mengapa? Dalam iman, ada harapan dan cinta. Manusia beriman akan mengatakan bahwa kematian adalah hidup yang diubah dan bukannya dilenyapkan. Dengan demikian, ada harapan bahwa hidup tidak berhenti dan stop di sini tetapi berkelanjutan. Lewat kematian, hidup diubah dari fana menjadi abadi. 

Abadi di dalam Tuhan yang menjadikan segala indah. Duka menjadi cinta. Cinta yang tak dapat dibatasi oleh apa dan siapa selain Tuhan yang berhak memberi dan mengambil kembali hidup. Iman menjadikan segalanya indah sekalipun dirasa tak mungkin. Hiduplah dalam iman, harap dan kasih karena di sana ada keabadian yang hidup. Jadilah beriman selama hayat dikandung badan demi Tuhan, sesama dan alam. 

 




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline