Lihat ke Halaman Asli

Kres Dahana

Magister Penyuluhan Pertanian Universitas Jenderal Soedirman

Petani Milenial dan Pertanian 4.0: Pertanian Fertigasi dan Presisi

Diperbarui: 7 November 2021   12:42

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi/penyuluhan pertanian kebumen-youtube

"Beri aku sepuluh pemuda, niscaya akan kuguncangkan dunia"
- Ir. Soekarno --

Petuah dari founding father Indonesia tentang pemuda ini masih jelas terngiang di telinga bangsa Indonesia.  Akan betapa dahsyatnya peran pemuda bagi bangsa ini.  Hampir di setiap saat-saat genting, pemuda Indonesia mengambil peran penting.  Tahun 1945, tahun 1966, dan tahun 1998 menjadi saksi sejarah kegemilangan para pemuda Indonesia.  Dan kegemilangan pemuda Indonesia berlanjut sampai saat ini, dalam dunia pertanian.

Sebagai orang yang  berkecimpung di dunia pertanian, khususnya penyuluhan pertanian, bisa dibilang cukup paham dengan kondisi pertanian saat ini, khususnya mengenai para petani.  Bila hadir dalam pertemuan kelompok-kelompok tani, gabungan kelompok tani (gapoktan) dan jenis kelompok lainnya, jelas tergambar wajah-wajah pejuang pangan (baca: petani) kita.  Lebih dari nya adalah petani berusia di atas 50 tahun.  Bahkan banyak yang berusia di atas 64 tahun, batas usia produktif bila menurut ilmu demografi.

Adakah yang salah?

Apakah salah dengan struktur umur petani yang mulai menua?  Tentu tidak ada yang salah dalam artian sempit.  Para petani berpengalaman ini masih sanggup mengelola sawah dan ladang mereka dengan baik, dan menghasilkan pangan bagi penduduk Indonesia.

Namun, bagaimana bila menarik waktu 10 tahun dan bahkan 20 tahun ke depan.  Apakah petani yang usianya di atas 50 tahun (bahkan 64 tahun) ini masih bisa berkontribusi di dunia pertanian yang dikenal 'berat' dan membutuhkan tenaga ekstra.  Dan bila sudah tidak, adakah pengganti yang setara untuk mereka.

Kami yang berkecimpung di dunia pertanian, sering berkeluh kesah dengan minimnya regenerasi petani.  Para petani yang sudah menginjak usia non produktif, tetap 'dipaksa' melanjutkan perjuangannya, karena tidak ada yang menggantikan.  Anak-anak para petani, lebih memilih menjadi pegawai, karyawan, penjual online atau youtuber.  

Mencari pekerjaan di luar pertanian menjadi hal yang lebih menarik dan terlihat lebih keren bagi anak-anak muda.  Tidak salah memang, karena dari awal mindset petani adalah selalu kotor, miskin, berpeluh, dan bekerja keras.  Anak-anak muda menginginkan sesuatu yang inovatif dan baru, keren dan menghasilkan.  Pertanyaanya adalah, bisakah pertanian kita dibawa menjadi lebih keren?

Pertanian di Era Industrialisasi 4.0

Di negara lain yang memiliki pertanian yang maju, misalnya Australia, menjadi petani adalah hal yang keren.  Anak-anak TK di sana, apabila ditanya cita-citanya ketika besar, salah satunya adalah menjadi petani.  Tidak demikian dengan kita, yang seringkali mengaku menjadi negara agraris.  Mengapa?

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline