Lihat ke Halaman Asli

Hotben Lingga

Penulis lepas, pecinta filsafat dan aktivis sosial

Jayaperbangsa dan ARJ Gelar Diskusi "Krisis Keteladanan Menghambat Kemajuan Bangsa"

Diperbarui: 5 September 2019   07:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Jakarta, Kompasiana.com

Jaringan Pemberdayaan Perempuan Untuk Pembangunan Bangsa (Jayaperbangsa) dan ARJ menggelar Diskusi "Krisis Keteladanam Menghambat Kemajuan Bangsa"  di Hotel Mega Jl. Proklamasi, Jakarta. (4/9/19)

Diskusi ini bertema"Krisis Keteladanan Menghambat Kemajuan Bangsa
Sub Tema"Keteladanan Berbasis Pancasila Memberi Harapan Kerukunan di Antara Sesama Anak Bangsa

Tampil sebagai Pembicara adalah Ir. Haidir Alwi (Penanggung Jawab ARJ); Yesri Tandiseru (Ketua Umum Jayaperbangsa); Ir. Drs.Laksamana Pertama TNI (Purn); Bonar Simangunsong,SE,MM.; Aidil Fitri,SH.( Koordinator Umum ARJ).

Tokoh bangsa  R.Haidar Alwi, memyatakam*Ada bagian yang memudar di tengah pancaran terang bangsa ini. Ada yang meredup di antara sinar cahaya yang selama ini membungkus negeri. Amat disayangkan, sesuatu yang memudar dan meredup itu justru merupakan bagian vital dari fondasi kebangsaan, yakni luruhnya karakter dan budi pekerti anak bangsa.

Sangat mudah kita menyebutkan contoh konkret lunturnya karakter bangsa itu di era kekinian. Meningkatnya radikalisme, intoleransi, penyebaran berita bohong (hoaks), demagogi kebencian SARA, kian redupnya integritas dan kesantunan, maraknya korupsi, termasuk pula aksi-aksi kejahatan yang kian bengis belakangan ini, semua menjadi tontonan gratis yang sungguh memilukan.

Padahal, kita punya Pancasila, sebuah ideologi yang telah menjadi kemufakatan bersama sejak negara ini didirikan, sebagai landasan, falsafah, serta nilai dalam kehidupan berbangsa. Suka atau tidak suka, negara ini berdiri dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 sebagai perekat. Sejarah membuktikan bahwa melalui Pancasila-Iah bangsa yang majemuk dan multikultur ini bisa direkatkan hingga kini.

Namun, barangkali, harus diakui juga bahwa nilai-nilai tersebut tak selalu mampu diterjemahkan dalam narasi dan konsep praktis yang mestinya mengikuti perkembangan zaman. Akibatnya, tak perlu heran bila perilaku penyimpangan nilai kian banyak terjadi karena Pancasila tidak dapat terimplementasikan dengan sebenar-benarnya. Itu sebetulnya merupakan bahasa halus untuk menyebut bahwa Pancasila telah dilupakan sebagian masyarakat Indonesia.

Namun, harus kita ingat pula bahwa upaya menggaungkan nilai-nilai luhur Pancasila itu dan kemudian mengimplementasikannya dalam kehidupan bernegara dan berbangsa tak cukup hanya dengan cara-cara formal. Sejatinya, bangsa ini juga membutuhkan keteladanan, contoh yang nyata dari para pemimpin dan elite, sekurang-kurangnya dalam hal perilaku, integritas, dan tentu saja kekuatan karakter. Tak dimungkiri, saat ini kita krisis pemimpin autentik yang menyatu antara kata dan perbuatan.

Keteladanan adalah contoh paling penting dalam peng-arus-utama-an Pancasila dalam kehidupan sehari-hari. Bila seorang pemimpin itu lakunya penuh noda, bagaimana anak muda bisa percaya tentang kebaikan Pancasila.

Dalam tataran yang Iebih praktis lagi, lnternalisasi nilai-nilai Pancasila bisa dilakukan dari lingkup keluarga, misalnya dengan cara melatih anak berterima kasih, meminta maaf, atau mengucapkan minta tolong dan mau memberi pertolongan kepada anggota keluarga, tetangga, dan orang lain. Apabila ketahanan keluarga itu berjalan, maka ketahanan nasional akan terbentuk. Kalau keluarga morat-marit, anak terkena narkoba, sudah mesti ketahanan nasional kita menjadi rawan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline