Lihat ke Halaman Asli

Acek Rudy

TERVERIFIKASI

Palu Gada

Pentingnya Usaha Warung Kecil di Mata Perusahaan Besar

Diperbarui: 12 Desember 2022   12:18

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi warung kelontong|dok. Shutterstock/Rembolle, dimuat Kompas.com  

Membaca tulisan Kompasianer Irwan Rinaldi Sikumbang, saya jadi teringat pengalamanku dulu. Masa dimana saya masih aktif bekerja pada perusahaan distribusi Fast Moving Consumer Goods. (Distributor FMCG)

Dalam artikel tersebut, bang Irwan memberi alasan mengapa warung kelontong tidak tumbang digempur Mini Market [nasional]? Isinya bernas, dan saya sangat setuju. Tulisan itu berdasarkan pengamatan dan analisis yang cadas. (baca di sini)

Sekitar awal 2010an, tersiar kabar jika dua gerai minimarket nasional, Alfamart dan Indomaret akan berinvestasi di kota Makassar. Untuk menyambutnya, strategi pun disusun. Sebagai distributor beberapa produk FMCG, saya duduk bersama dengan para produsen (disebut principal) dari head office Jakarta.

Beberapa hal harus dilakukan. Seperti menaikkan level stok produk di gudang, menambah armada pengantaran, membentuk tim tenaga penjual, hingga pengurusan administrasi yang lumayan ribet.

Dalam pengkategorian industri FMCG, kedua gerai ini tiada bedanya dengan hypermarket dan supermarket nasional lainnya, seperti Carrefour, Lotte, atau Giant. Mereka tergabung dalam sebuah kategori besar yang disebut dengan National Key Account.

Kategori "lawannya" adalah para pelaku usaha lokal. Bentuknya macam-macam. Mulai dari supermarket, minimarket lokal, grosir, semigrosir, toko retail, hingga warung.

Saya menyebutnya dengan "lawan" bukan berarti saingan. Tetapi, karena kedua kategori ini memiliki karakteristik yang benar-benar berbeda. Sehingga penanganan distribusi produknya pun memerlukan cara yang berbeda.

Sebagai gambaran. Untuk menangangi kategori National Key Account, para produsen (pemilik pabrik) akan melakukan negosiasi secara nasional. Baik dari sisi produk yang boleh disupply, harga, promo, hingga kuantitas yang ingin dipesan.

Sebagai distributor (perwakilan daerah dari produsen), Perusahaan saya cukup menyediakan tenaga deliveri saja. Langsung diantar ke lokasi, di gudang pusat masing-masing gerai. Selanjutnya, hanya urusan administratif.

Bagaimana dengan kategori kedua? Para pelaku usaha lokal?

Tentunya penanganan pun tidak sama. Untuk kategori grosir, semigrosir, hingga retail, perusahaan saya memerlukan tenaga penjual yang dinamakan Sales Taking Order (STO). Kerjanya berkunjung dari toko ke toko, menyampaikan informasi, dan mencatat pesanan langsung dari pemilik toko. Sehari kemudian, barang yang dipesan langsung di antar ke tempat.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline