Lihat ke Halaman Asli

Giring, Mimpi, dan Citra Politikus

Diperbarui: 26 Agustus 2020   19:58

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

ilustrasi: img.okezone.com

Tidak mudahnya menjadi "terpilih" saat akan mencalonkan diri sebagai pejabat public: karena mereka dipilih. Bahkan setiap dari pilihan tersebut, apakah sudah benar-benar menjawab expektasi pemilih?

Belum dengan sisi-sisi lain dari citra sendiri menjadi politikus, bahkan sekelas menjadi DPRD dimana hanya rata-rata empat kecamatan yang memilih, itu saja perjuangannya luar biasa dalam menarik siapa-siapa yang akan memilihnya sebagai basis suara.

"Karena citra dikenal saja saat ini mungkin sebagai mantan artis, jendral, atau mantan-mantan "public figure" lainnya. Tidak akan menjamin bawasannya pemilih akan banyak memilih dirinya. Dalam demokrasi pemilihan bukan saja berbicara citra"

Ada banyak hal lain sebagai pendekatan terhadap pemilih. Salah satunya adalah "ugo rampe" atau dalam bahasa Indonesia dikenal dengan hidangan.

Jadi kita sebagai pihak "politikus" yang dipilih oleh pemilih "rakyat", dapatkah  menghadirkan dan menghidangkan apa dalam setiap kampanye-kampanye politik kita?

Itulah sebenarnya pertanyaan-pertanyaan masyarakat kepada politikus yang akan mencalonkan diri sebagai pemangku jabatan public, dimana di era demokrasi: jabatan publik langsung dipilih oleh masyarakat.

Sudahkah calon pemangku jabatan public tersebut memiliki kriteria yang kumplit dalam memandang pencalonan politik? Ditambah calon pejabat public "presiden" sudah pasti dalam ber-ugo rampe lebih komplit dan menyeluruh?

Langkah Giring Untuk RI 1

Sebagai warga Negara semua orang memang berhak dalam mengikuti setiap kontestasi politik yang ada termasuk sebagai calon presiden suatu Negara dalam hal ini  Negara "Indonesia".

Tentu langkah giring nidji tidaklah salah "optimis" mencalonkan diri sebagai presiden. Hanya saja pertanyaan public, apakah Giring ex Nidji benar-benar mampu bukan saja ketika menjabat. tetapi dalam berugo rampe, dimana dalam kontestasi perpolitikan Indonesia sendiri faktor transaksi politik sangat kental?

"Dalam suatu transaksi politik khusunya demokrasi. Faktor modal "uang", lobi-lobi kepada pemaku kepentingan berpolitik seperti pejabat birokrasi, pengusaha, serta oramas-ormas dan lain sebagai menjadi sesuatu yang perlu diperhitungkan".

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline