Lihat ke Halaman Asli

Indonesia Raya dari Geladak KM. Bukit Siguntang

Diperbarui: 26 Juni 2015   02:40

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Cerita ini terjadi beberapa tahun yang lalu. Rute perjalanan sudah saya lupa persisnya, apakah dari Makassar ke Jakarta atau sebaliknya. Tapi, intinya bukan itu. Melainkan peristiwa yang saya alami selama perjalanan. Saat itu, saya masih berstatus mahasiswa.

Saya naik ke kapal pada 16 Agustus dan perjalanan membutuhkan waktu sekitar dua hari dua malam. Malam hari, ketika hendak terlelap di balik jaket tebal berusaha akrab dengan dinginnya angin malam. Di tengah sesaknya penumpang ekonomi yang berbagi tempat di area luar dek lima, terdengar pengumuman bahwa besok 17 Agustus akan diadakan upacara bendera memperingati kemerdekaan RI. Upacara akan dilangsungkan di dek paling atas dan kepada penumpang yang ingin ikut atau sekadar menyaksikan diperbolehkan.

Tidak terpikirkan sebelumnya jika di atas kapalpun upacara HUT RI diperingati dengan upacara bendera. Rasa ingin tahu mendorong saya bangun pagi dan menuju dek atas. Meskipun, tidak sempat mandi karena panjangnya antrian. Beberapa penumpang terlihat sudah berada di tempat untuk menyaksikan jalannya upacara. Pelaksana upacara adalah kru kapal.

Walaupun sederhana, tapi upacara berlangsung khidmat. Bisa dikatakan inilah upacara peringatan hari kemerdekaan yang paling menggugah semangat kebangsaan yang pernah saya ikuti. Bukan karena acaranya yang berbeda, bukan karena pelaksananya yang tampil luar biasa, tapi karena suasana yang menyertainya. Kumandang lagu Indonesia Raya mengiringi pengibaran Sang Saka Merah Putih dinyanyikan oleh hampir semua penumpang yang ikut menyaksikan.

Sepertinya, itu adalah upacara bendera saya yang paling berkesan dan terakhir. Semasa sekolah semangatnya berbeda, begitu pula saat kuliah. Dan sekarang ketika sudah bekerja, seingat saya tidak pernah lagi ikut upacara 17 Agustus. Padahal, kantor saya selalu melaksanakannya. Tapi, ada saja alasan untuk tidak datang. Dorongan itu tidak ada lagi. Mungkin karena tidak ada yang baru di setiap tahunnya, sekadar rutinitas. Atau mungkin karena semangat kebangsaan saya sudah memudar? Bukan, bukan itu!

Apa yang membuat upacara di geladak KM. Bukit Siguntang itu begitu membekas? Mungkin karena semangat kebersamaannya, perasaan senasib, perasaan satu tujuan. Itulah yang menggerakkan sebagian penumpang untuk naik ke dek paling atas, ikut upacara, dan menyanyikan Indonesia Raya.

Apa penggerak upacara 17 Agustus saat ini? Tentu ada yang memiki semangat yang sama dengan yang saya sebutkan di atas. Tapi, tidak sedikit yang terpaksa karena adanya daftar hadir, iming-iming lucky draw, atau amplop bagi yang hadir. Dari mana semangat kebangsaan akan tumbuh dari motivasi seperti itu.

Semangat kebangsaan akan tumbuh jika hadir rasa memiliki dan kebanggan terhadap bangsa. Rasa memiliki akan timbul jika ada rasa senasib dan satu tujuan antara pemimpin dengan segenap rakyat. Bangsa ini memang telah memiliki tujuan, namun apakah semua kita dan pemimpin negeri sudah bergerak ke arah sana? Jika hanya bertindak untuk kepentingan pribadi atau golongan, niscaya jauh panggang dari api.

Rasa kebanggaan akan muncul jika ada prestasi atau pencapaian-pencapaian yang bermanfaat bagi segenap rakyat. Memang sudah banyak prestasi yang diukir oleh bangsa kita, namun itu masih tertutupi oleh carut-marut yang terjadi di tengah-tengah kehidupan kita. Pemimpin kita belum sepenuhnya bekerja untuk rakyat, mereka masih memposisikan dirinya sebagai penguasa bukan pengayom.

Selamat hari ulang tahun kemerdekaan Republik Indonesia ke-66…




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline