Lihat ke Halaman Asli

Ahmad Zainul Khofi

Seorang Pelajar

Beragama dengan AI

Diperbarui: 20 Juli 2023   20:47

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

(Dall-E)

"Kegaduhan soal AI, separuhnya euforia dan separuh lain kecemasan semi-apokaliptik, merambah tatanan berpikir dan kehidupan manusia."

Akhir tahun 2022, saat revolusi AI (Artificial Intelligence) melanda dunia, masuk ke gerbang perbincangan kaum intelektual di dunia, beragam respons muncul ke permukaan, baik yang bernada positf maupun negatif. Kala itu, Yuval Noah Harari dalam kata pengantar buku Sapiens tahun 2022 menganggap mewabahnya AI merupakan tanda dari akhir sejarah manusia yang kita kenali.

Menurutnya, segala alat sebelumnya memberdayakan manusia, karena alatnya sendiri tidak bisa membuat keputusan mengenai penggunaannya. Pembuatan keputusan selalu menjadi hak manusia. Namun AI bisa. Boleh jadi, bila Anda mengirimi CV ke calon pemberi kerja, AI yang membaca CV Anda dan memutuskan nasib Anda. Lebih dalam lagi, AI akan segera mengerti kita lebih baik daripada kita mengerti diri sendiri. Akankah AI tetap menjadi alat di tangan kita -- atau kita menjadi alatnya?

Namun demikian, meski dipandang dengan tatapan sinis, ada sejumlah kalangan yang melihat AI sebagai sebuah penyelamatan dari kesulitan yang membelenggu manusia, khususnya dalam ilmu pengetahuan dan teknologi.

Tentang posisi mendua ini, dengan algoritmanya yang bisa membantu manusia memudahkan pekerjaannya dari hal kecil sehari-hari seperti menjawab pertanyaan hingga hal besar seperti membantu mengatasi krisis iklim, saya penasaran, sejauh mana keberadaan kecerdasan buatan mampu membantu manusia dalam aspek agama, seperti meningkatkan keimanan seseorang atau menjawab pertanyaan tentang ilmu agama? Ataukah malah keberadaannya justru membuat agama semakin tidak relevan dan menggantikannya?

Eksperimen OpenAI ChatGPT

Didorong oleh pemikiran skeptis tersebut, saya melakukan eksperimen terhadap OpenAI ChatGPT (salah satu situs berbasis AI yang diciptakan untuk orang-orang pemalas, malas berpikir dan malas memastikan kebenaran suatu bacaan) menanyakan soal dasar Agama Islam. Berikut pertanyaan yang saya berikan:

Screenshot OpenAI - ChatGPT

 

Jika dilihat sekilas, jawaban AI ini sangat memuaskan. Struktur kalimatnya rapi dan pilihan katanya mudah dipahami. Namun sayang sekali, pada paragraf kesimpulan AI itu menyebutkan "Kelima Rukun Iman ini merupakan fondasi..." yang jelas salah, karena rukun iman di Agama Islam itu ada enam.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline