Lihat ke Halaman Asli

Kisah Berdirinya Candi Borobudur [V]

Diperbarui: 14 September 2025   11:40

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

ilustrasi by kam/ai

OLEH: Khoeri Abdul Muid

Bagian 5: Sayembara Candi

Pertarungan antara Pancapana dan Indrayana akhirnya berhenti ketika suara tangis Candradewi pecah di tengah hutan Randualas. "Hentikan! Apakah kalian ingin saling membunuh?!"

Kedua pemuda itu terdiam. Nafas mereka memburu, pedang masih terangkat, namun sorot mata mulai meredup. Indrayana menunduk, merasa bersalah. Pancapana pun menurunkan senjatanya, dadanya bergemuruh oleh rasa malu.

Saat itulah muncul Resi Bayumurti, yang sejak awal mengikuti jejak mereka. "Anakku Pancapana," katanya lembut, "kau tidak boleh dikuasai amarah. Ingatlah wasiat ayahandamu, Prabu Sanjaya. Kau ditakdirkan memimpin bukan dengan dendam, melainkan dengan kebijaksanaan."

Resi Bayumurti lalu menyerahkan sebuah kalung pusaka. "Ini peninggalan ayahmu. Gunakanlah sebagai pelindung dan penuntun." Pancapana menerima kalung itu dengan penuh haru, hatinya sedikit tenang.

Ketiganya pun melanjutkan perjalanan. Namun, sesampainya di perbatasan Mataram, kabar besar menyambut mereka: Prabu Smarattungga mengumumkan sayembara. Siapa pun yang mampu membangun sebuah candi agung dalam semalam, akan dipersuntingkan dengan Putri Pramudawardhani.

Pancapana menatap ke kejauhan, matanya berkilat. "Inilah kesempatan bagiku untuk merebut kembali kejayaan Mataram dan menjadi menantu raja."

Indrayana terkejut mendengar tekad itu. "Pancapana, bukankah kau sudah bersama Candradewi? Mengapa masih menginginkan Pramudawardhani juga?"

"Ini bukan sekadar tentang cinta," Pancapana menjawab dengan nada keras. "Ini tentang tahta, tentang kehormatan ayahku!"

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline