Lihat ke Halaman Asli

Khairul Anam

Seorang pembelajar sejati

Tidak Masuk Akal Pemerintah Menggunakan Vaksin Diragukan untuk Urusan Sekrusial Pandemi Covid-19

Diperbarui: 24 Desember 2020   08:18

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Ini merupakan tulisan saya sendiri yang telah dimuat beberapa media nasional, dan saya bersumpah serta bertanggungjawab sepenuhnya terkait hak cipta dari tulisan ini seutuhnya.

Sebuah hasil penelitian yang diterbitkan dalam "Journal of Broadcasting & Electronic Media" pada 2015 lalu menjelaskan bahwa pada kondisi tertentu ketakutan memberikan rasa tenang dan kenikmatan tersendiri. Ini yang tampaknya menjelaskan mengapa banyak orang mencandu film-film hantu, antara lain. Mereka datang dengan sengaja, mengeluarkan uang untuk masuk, justru untuk dibuat tegang dan ditakut-takuti.  

Meski masih memerlukan banyak diskusi, rasanya wajar bila saya berhipotesis---saya akan mengatakan 'menduga', tapi kata itu sama sekali tidak terasa 'ilmiah'---bahwa segala jenis dan varian berita bohong, hoaks, yang beredar kuat seiring 'terkurung'nya kita dalam keterbatasan pandemi Covid-19, bisa dijelaskan fenomena seperti itu.

Nyaris setahun dalam keterbatasan akibat pandemi, tak leluasa bergerak, membuat kebosanan dan frustrasi bisa leluasa datang kepada kita. Di saat katarsis yang paling mungkin hanya jaringan maya melalui internet, mungkin akhirnya tanpa sadar, tak sedikit orang terpeleset untuk melakukan sesuatu yang sejatinya hanya menakut-nakuti diri. Sayangnya, dalam kasus penyebaran berita hoaks, justru menakuti dan mencelakakan banyak orang.

Ada beberapa contoh bagus untuk itu. Beberapa waktu belakangan, beredar kabar di media massa bahwa Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah membandingkan sepuluh vaksin Covid-19. Dari hasil tes tersebut, Sinovac buatan Cina merupakan yang paling lemah. Kabar lainnya, disebutkan bahwa Indonesia merupakan satu-satunya negara yang memesan vaksin Sinovac.

Ini memang agak parah, karena 'kabar angin' tersebut justru beredar di media massa---termasuk media massa mainstream. Bukan hanya di medsos, wilayah yang memang amat sangat parah dalam memberi peluang kepada penyebaran berita palsu dan hoaks.

Untunglah pemerintah tidak tinggal diam. Dr Lucia Rizka Andalusia, juru bicara Vaksinasi Covid-19 dari Badan POM, membantah dua rumor tersebut. Menurut Lucia, hingga saat ini, tidak ada dokumen dan informasi resmi dari WHO yang membandingkan respon imunitas 10 kandidat vaksin, atau pernyataan bahwa vaksin Sinovac rendah sebagaimana ditampilkan dalam pemberitaan.

"Hal ini pun sudah kami konfirmasikan kepada pihak WHO di Indonesia. Sampai saat ini belum ada pengumuman tingkat efikasi vaksin Sinovac baik dari pihak produsen maupun badan pengawas obat di negara tempat dilakukannya uji klinik,"kata Lucia, dan untungnya kembali media massa mainstream yang melansir pernyataannya.  

Lucia juga membantah informasi bahwa hanya Indonesia yang memesan vaksin Sinovac juga tidak tepat. Selain Indonesia, sejumlah negara telah melakukan pemesanan vaksin Covid-19 dari Sinovac. Mereka adalah Brazil, Turki, Chile, Singapura, dan Filipina. Bahkan, Mesir juga sedang bernegosiasi untuk bisa memproduksi vaksin Sinovac di Mesir.

Tak lupa dalam kapasitasnya sebagai juru bicara vaksinasi Covid-19, Lucia bahwa menegaskan bahwa pemerintah telah menegaskan komitmen kuat untuk memastikan bahwa vaksinasi hanya dilakukan dengan vaksin yang aman, efektif, dan bermutu secepatnya. Pasalnya, kata Lucia, keberhasilan Indonesia menangani Covid akan menjadi keberhasilan kita sebagai bangsa, untuk segera keluar dari pandemic yang serba merugikan ini. "Salah satu upaya percepatan untuk bisa keluar dari pandemic, ya dengan vaksinasi," kata dia. Jadi sangat tidak masuk akal jika pemerintah nekad menggunakan vaksin 'abal-abal' dengan efektivitas dan kemanjuran diragukan untuk program sebesar dan sekrusial itu.

BPOM sendri kemudian menegaskan bahwa mereka akan memastikan benar  keamanan dan efektivitas vaksin---salah satunya Sinovac--yang akan digunakan untuk vaksinasi itu. Itulah sebabnya, perlu ada waktu untuk otorisasi, yang membuat vaksinasi belum dilaksanakan meski vaksin sudah datang pekan-pekan lalu. Hasil observasi itu yang nanti akan menjadi dasar Badan POM (Badan Pengawas obat dan Makanan) untuk mengeluarkan emergency use of authorization (UEA) atau izin edar penggunaan vaksin dalam kondisi darurat.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline