Lihat ke Halaman Asli

Khairul Anwar

Warga Bumi

Bersyukur Berada di Circle yang Tepat

Diperbarui: 7 November 2022   19:12

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokpri

Beberapa hari lalu, teman saya (beda kampung), dalam suatu obrolan tiba-tiba bercerita kalau ia benci wahabi. Saya kaget. Lalu saya tanya "lho kenapa?". Katanya, adiknya pernah terpapar paham wahabi. Saya tanya kembali "sejak kapan?". Teman saya menjawab katanya sudah agak lama sekitar tahun 2019.

Menurut penuturan cerita teman saya itu, adiknya ini tidak suka tahlilan, terkadang menyalah2kan orang yang tidak sejalan dengannya. Adiknya juga enggan menerima uang hasil dari pekerjaan kakaknya yang dianggap sebagai pekerjaan 'haram' menurut paham mereka.

Kata teman saya, perilaku adiknya ini disebabkan sering menonton video ceramah ustadz-ustadz wahabi di Youtube. Beruntungnya, adik teman saya itu kini perlahan sudah keluar dari paham tersebut, karena telah mendapatkan guru yang tepat.

Mendengar cerita teman saya ini, saya jelas terkejut dong. Ternyata, berada di lingkungan yang mayoritas NU tidak menjamin kita bisa terbebas dari aliran-aliran keras. Inilah pentingnya kemudian kita harus berada di circle atau wadah yang tepat.

Saya merasa beruntung karena sejak SMA sudah dikenalkan oleh IPNU. Teman saya di kampung yang mengajaknya ikut IPNU. Ketika itu usia saya 17 tahun. Itu artinya saya terlambat masuk IPNU selama 4 tahun. Tapi itu tidak mengapa. Lebih baik terlambat daripada tidak ikut sama sekali.

Ketika pertama kali ikut kegiatan IPNU, saya menilai ini keputusan yang tepat, selain untuk mengembangkan diri juga sebagai wadah saya mengenal NU lebih dalam.

Karena rasa penasaran saya terhadap NU, saya kemudian mengikuti pengkaderan Makesta tahun 2015 di usia 19 tahun. Setahun berselang nderek Lakmud, dan berlanjut mengikuti kaderisasi Lakut di tahun 2017. Di kegiatan-kegiatan inilah saya bisa mengenal lebih jauh apa itu IPNU dan NU.

Saya dikenalin sama 'Aswaja', 'Islam rahmatan lilalamin', dan wawasan2 lainnya yang itu menambah rasa bangga saya menjadi Nahdliyin. "Oh ternyata NU itu begini ya, oh NU itu begitu ya," dsb.

Saya tidak merasa rugi sama sekali dengan bergabung ke IPNU, ditambah ketika di kampus bergabung ke PMII. Dengan berada di dua organisasi ini, saya merasa telah berada di circle yang pas. Kemungkinan, saya bisa saja terjerumus ke aliran-aliran ekstrim andai saya tidak pernah kenal apa itu IPNU, apa itu PMII. Bisa saja kan?

Baru-baru ini, tak berselang lama usai teman saya bercerita seperti itu, saya mendengar kabar ada segerombolan anak muda yang melempari sejumlah sekolah dengan batu, serta bentuk kejahatan lainnya yang dilakukan anak muda. Genk Motor, misalnya. Entah apa motifnya. Yang jelas saya sempat bertanya-tanya "apa yang sebenarnya mereka cari?" "apa yang mereka inginkan?"

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline