Lihat ke Halaman Asli

Selamat Lima Tahun Gerakan Suka Baca

Diperbarui: 17 Oktober 2021   18:19

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dok. Pribadi: Ayah

Tulisan ini merupakan kategori buku harian yang sengaja disebarkan publik. Beberapa kalimat mungkin akan membuat bosan, akibat pengulangan yang sudah sering didengar dalam beberapa webinar, pertemuan, atau tulisan dalam personal blog yang lain. Namun, pada usia lima tahun ini---saya ingin menuliskannya lebih rinci, sebagai pengingat pribadi bahwa tidak elok---jika nantinya harus menyerah di pertengahan jalan. Segimanapun sulitnya.

Bagian Satu
"Gerakan Suka Baca (GSB) dilatarbelakangi oleh kehilangan". Secara spontan terucap kala Wisata Edukasi #7, ketika salah satu pertanyaan relawan yang ikut bermalam di Bumi Perkemahan Ragunan pada sesi malam keakraban. GSB memang sebuah komunitas yang sangat personal. Pada 2015, saya kehilangan dua laki-laki yang sangat saya cintai. Pertama adalah ayah saya, hilang untuk selamanya. Ia wafat karena penyakit komplikasi yang dideritanya sejak saya SMA. 

Kedua adalah pasangan saya, ia hilang untuk sosok dan mimpinya yang lain. Belum pulih betul menerima keduanya hilang bersamaan. Saya harus kembali kehilangan mimpi, karena gagal menjadi Pengajar Muda di Indonesia mengajar. Dilematis dan tahun itu saya kehilangan sepenuhnya rasa optimis. Untung, Tuhan membawa saya pada pelarian yang positif. Ia memberikan saya potensi yang bisa dikembangkan dari sebuah proses cinta yang patah.

Bagian Dua
Saat itu (2015) saya baru saja lulus menjadi sarjana. Untungnya, sudah mendapatkan pekerjaan sebagai staff SDM di sebuah Bimbingan Belajar daerah Depok---hal itu sedikit mendistraksi peristiwa lampau, meskipun kadang tetap meracau. Menyadari hal ini tidak baik untuk perkembangan psikologis, saya manfaatkan sebuah Motor Honda Beat biru sebagai sarana mencari tempat kolaborasi. 

Pikir saya mudah memasukan program panti asuhan atau rumah yatim. Ternyata dugaan saya salah, selama tiga minggu berkeliling dan berorasi dengan proposal yang saya tenteng---tidak ada satupun yang menyambut dengan baik, sebab mereka sudah merancang programnya sendiri. Hingga pada suatu malam usai adzan maghrib dengan gerimis kecil, teman masa SMA menjadi saksi---akhirnya Sekolah Master Depok menerima GSB sebagai komunitas pendukung belajar tambahan bagi siswanya. Dan terbentuklah GSB pada 16 Oktober 2016.

Dok. Pribadi: Murid Perdana Gerakan Suka Baca

Bagian Tiga
Program GSB semakin berkembang, pertemuan dengan siswa dan relawan baru menambah jumlah ide kreatif dari beberapa kepala. Walau masih belum terstruktur secara kepengurusan, tapi kami sudah mulai memetakan relawan dengan lebih rapi. Kegiatan berjalan cukup stabil beberapa waktu ke depan. Flow akhir pekan terasa menyenangkan. 

Minggu pagi bertemu anak-anak di Sekolah Master. Kemudian dilanjut sore hari kami memanjakan diri dengan pemandangan asri sambil menggelar lapak baca di Taman Lembah Gurame. Depok, membuat kami jatuh cinta dengan GSB di dalamnya. Sesekali, kami menyambangi beberapa museum dan kebun raya di area Jakarta dan Bogor. Mengemas edukasi yang menyenangkan, sambil melepas penat hari-hari yang berat.

Dok. Pribadi: Wisata Edukasi PerdanaGerakan Suka Baca (Kota Tua Jakarta)

Bagian Empat
Sama seperti komunitas lain, perjalanan GSB tidak selalu mulus. Salah satunya ketika dunia dilanda pandemi dan harus lakukan peralihan program luring menjadi daring. Untung, referensi banyak ditemukan. Sehingga, kami bisa melahirkan adaptasi program yang cukup efektif. Pada bagian ini, membuat saya secara personal juga semakin dikenal. Jujur, awalnya saya sangat tidak suka. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline