Lihat ke Halaman Asli

Kenah

Pelajar

Pengaruh Religiusitas dan Prodak terhadap Keputusan Nasabah Menggunakan Jasa BMT THS

Diperbarui: 20 Oktober 2020   15:28

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Finansial. Sumber ilustrasi: PEXELS/Stevepb

BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Seperti yang kita ketahui bangsa yang mayoritas penduduknya beragama Islam, dalam bidang perekonomian semestinya lebih mengutamakan sistem perekonomian yang menggunakan syariat-syariat yang telah di tetapkan oleh agama islam.

Namun ahir-ahir ini penulis lihat perekonomian di Indonesia sudah mulai mernerafkan sistim perekonomian dengan cara yang dituntut oleh Agama, walau itu belom seutuhnya menggunakan ajaran yang dituntun oleh Agama setidaknya ada upaya dan usaha dari pemerintah dan masyarakat untuk menggunakan sistim perekonomian yang menggunakan syariat-syariat yang telah di tetapkan oleh agama islam.

Adapun diantaranya lembaga keungan, dalam arti luas sebagai perantara dari pihak yang mempunyai kelebihan dana (surplus of fund) dengan pihak yang kekurangan dana (lack of fund) sehingga peranan yang sebenarnya sebagai perantara keuangan masyarakat. Dari pengertian yang luas ini, maka lembaga keuangan dengan sendirinya mempunyai perbedaan, fungsi, dan kelembagaannya.

Adapun lembaga keuangan itu ada yang makro dan ada yang mikro, adapun yang makro yaitu, Bank dan lain sebagainya dan yang mikro seperti BMT dan lain sebagainya. Pada pembahasan ini penulis mua membahas tentang BMT atau lembaga keuangan mikro. Adapun BMT merupakan lembaga keuangan mikro yang melayani masyarakat menengah kebawah, dan meningkatkan kualitas kegiatan ekonomi prusahaan kecil bawah dan pembiayaan kecil, kegiatan ekonomi. Terutama BMT yang berbasis syari'ah.  

Adapun pengertian dari Baitl Mal wa Tamwil (BMT) adalah lembaga keuangan informal yang didirikan sebagai pendukung dalam meningkatkan kualitas usaha ekonomi pengusaha mikro dan pengusaha kecil bawah berlandaskan sistem. .

Adapun Sejarah Baitul Mal Wa Tanwil (BMT) Sesuatu yang revolusioner dan dilakukan oleh Rasulullah saw adalah pembenttukan lembaga penyimpanan yang disebut baitul mal. Apa yang dilakukan oleh Rasulullah tersebut merupakan proses penerimaan pendapatan (revenue collection) dan pembelanjaan (ex-penditure) yang transparan dan bertujuan seperti apa yang sekarang disebut dengan welfare oriented. Hal ini dirasakan asing pada masa itu, karena pajak yang dikumpulkan oleh penguasa di kerajaan-kerajaan tetangga di jazirah Arabia seperti Romawi dan Persia, dikumpulkan oleh menteri dan dipergunakan untuk memnuhi kebutuhan kaisar dan raja. Baitul mal yang didirikan oleh Rasulullah SAW tidak mempunyai  bentuk formal sehingga memberikan fleksibelitas yang tinggi dan nyaris tanpa birokrasi. Keadaan ini bertahan sampai pada masa pemerintahan khalifah Abu Bakar RA, dimana dapat dikatakan tidak ada perubahan yang signifikan dalam pengelolaan baitul mal. Baru pada masa pemerintahan Umar Ibn Khattab RA, sejalan dengan bertambah luasnya wilayah pemerintahan Islam, volume dana yang dikelola dan keragaman kegiatan baitul mal juga bertambah besar bertambah kompleks. Keadaan ini mendorong khalifah untuk membuat system administrasi dan pembukuan yang mampu menangani perkembangan ini.

Sejak zaman Rasulullah SAW  baitul mal bukanlah sekedar lembaga sejenis BAZIS yang dikenal sekarang ini. Baitul mal memainkan fungsi kebijakan fisikal sebagaimana yang dikenal dalam ekonomi sekarang. Kebijakan fisikal yang dilakukan oleh baitul mal sejak zaman Rasulullah saw memberikan dampak langsing pada tingkat investasi dan secara tidak langsung memberikan dampak pada tingkat inflasi dan pertumbuhan ekonomi pada masa itu.  

Adapun di Indonesia pada tahun 1990 mulai ada praaksara mengenai bank syariah, diawali adanya Lokakarya Bunga Bank dan Perbankan yang diselenggarakan pada tanggal 18-20 Agustus 1990 oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI). Hasil lokakarya tersebut dilanjutkan dan dibahas dalam Musyawarah Nasional IV (MUNAS IV) MUI tanggal22-25 Agustus 1990 di Hotel Sahid Jaya Jakarta. Hasil dari Munas membentuk Tim Perbankan MUI yang bertugas mensosialisasikan rencana pendirian bank syariah di Indonesia. Selanjutnya pada tanggal 1 november 1991, tim ini berhasil mendirikan Bank Muamalat Indonesia (BMI) yang mulai beroperasi sejak September 1992. Pada awalnya kehadiran BMI belum mendapat perhatian baik dari pemerintah maupun industry perbankan. Namun dalam perkembangannya, ketika BMI dapat tetap eksis ketika terjadi krisis ekonomi tahun 1997, telah mengilhami pemerintah untuk memberikan perhatian dan mengatur secara luas dalam undang-undang, serta memacu segera berdirinya bank-bank syariah lain baik dalam benruk Bnk Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS) maupun Windows Syariah untuk umum.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline