Lihat ke Halaman Asli

Kemal Jam

Belajar Menulis dan Mengamati sekitar.

Catatan Isoman 2: Bisa Mati Menanti Petunjuk

Diperbarui: 18 Juli 2021   18:27

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokpri

Kita tentu pernah merasakan gejala sakit seperti badan panas, pusing, batuk, pilek, sakit perut, diare, gusi bengkak, atau apapun itu. Respon kita biasanya memeriksakan diri ke dokter. Terkadang dokter menyuruh uji lab. Hasilnya kita mendapatkan petunjuk yang jelas mengenai penyakit dan bagaimana menyembuhkan diri. Petunjuk itulah yang akan menjadi pegangan, hati pun tenang.

Pola umum seperti di atas kadang tidak berjalan pada pendeita covid-19. Vonis hasil tes PCR seringkali diterima tidak di depan dokter. Bisa pada saat tes untuk perjalanan, tes di lab swasta, kabar WA dari puskesmas di mana tesnya sudah terjadi beberapa hari sebelumnya.

Sayangnya situasi sekitar penderita covid-19 tidak selalu mendorong ia segera mendapatkan pemeriksaan medis. Seperti banyak informasi yang beredar cenderung menjauhkan penderita dari fasilitas kesehatan. Misalnya, penyakit ini bisa sembuh sendiri tanpa obat, isolasi di rumah saja tidak ke RS, RS hanya untuk mereka yang pada taraf berat.

Belum lagi kondisi fasilitas kesehatan yang overcapacity membuat lambat penanganan. Parahnya kadang beberapa satgas tingkat RT-RW tahunya cuma isolasi! Isolasi! Isolasi! tanpa pandang bulu. Saking berlebihannya untuk pergi berobat saja ada yang tidak diperbolehkan keluar. Ini bisa semakin menyulitkan penderita mendapatkan penanganan medis.

Bagi yang tidak begejala mungkin tidak masalah, namun bagi yang bergejala tentu bisa muncul kekhawatiran situasi akan memburuk. Jika badanmu selama 3 hari panas 39-40 derajat apa dalam pikiranmu tetap menganggap ini bisa sembuh sendiri? Bila selama 3 hari tenggorokanmu sakit sekali untuk menelan dan kepala pusing badan lemas apa pikiranmu masih bisa mengatakan tanpa obat kamu akan baik-baik saja?

Apa yang ada dalam pikiran dan perasaan orang yang dalam isolasi namun belum mendapatkan pemeriksaan dokter? Bagaimana pentingnya segera mendapatkan pemerikasaan medis setelah divonis positif? Dalam catatanisoman 2 ini aku akan menceritakan pengalamanku dan temanku saat melaluinya.

Kegelisahan Menanti Petunjuk

Sabtu sore 26 Juni 2021, hasil lab keluar dan menunjukkan hasil positif covid 19. Aku sudah panas hampir seminggu saat itu, hari itu suhu badanku antara 38 sampai 40 derajat celsius. Selama beberapa hari hanya berbekal obat paracetamol.

Sebagai warga yang baik kami melapor pada Satgas RT-RW. Satgas meminta foto hasil PCR dan data diri untuk dilaporkan puskesmas. Satgas menyampaikan bahwa biasanya akan didatangi atau ditelepon petugas puskesmas. Kami sekeluarga diminta isolasi di rumah. Kami juga diberi informasi daftar obat yang disarankan bisa dibeli, yang dikemudian hari ternyata bermasalah.

Esoknya Minggu 27 Juni Selain panas, mulai muncul radang tenggorokan, dan pilek. Kondisi itu sangat tidak nyaman, karena pada malam harinya aku sulit tidur karena pilek. Disini aku mulai sangat khawatir. Namun belum hari itu Puskesmas tidak menghubungi. Kami berpikir karena itu hari minggu mungkin puskesmas libur.

Senin, 28 Juni gejala bertambah, tiba-tiba aku tidak bisa mencium dan merasakan. Minyak kayu putih sekalipun tidak ada baunya. Puskesmas yang ditunggu-tunggu tidak ada tanda-tanda akan datang.

Keluarga mulai gelisah, kakak mengirimkan oxymeter untuk dipakai memantau kondisi. Semua treatmen yang memungkinkan dan dianggap bagus oleh keluarga dicoba. Mulai dari makanan yang disarankan, uap minyak kayu putih, dan lain sebagainya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline