Lihat ke Halaman Asli

Kamalia Purbani

Pemerhati Pemerintahan, Lingkungan Hidup dan Pemberdayaan Perempuan

Nasihat untuk Anak Perempuanku

Diperbarui: 5 November 2021   11:21

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

Sejak anakku menutup telepon semalam, otakku terus berputar memikirkan apa yang dia sampaikan. Orang tua tidak pernah berhenti memikirkan anaknya walaupun dia sudah dewasa, menikah dan memiliki anak. 

Sebagai orang tua, kadang saya merasa bersalah karena saya merasa kurang memberikannya soft skill bagaimana cara dia menyelesaikan konflik dan masalah yang kompleks, yang bisa jadi akan sering dia temui dalam mengarungi kehidupan, baik dalam rumah tangga, dunia kerja dan kehidupan sosial kemasyarakatan.

Kebanyakan orang tua lupa mengajarkan dan melatih anak-anaknya bagaimana saat dia menghadapi masalah. 

Kita cenderung menyuapi atau bahkan mengambil alih dan pasang badan saat anaknya menghadapi masalah atas dasar cinta dan kasih sayang, yang sebetulnya berdampak pada rapuhnya jiwa anak pada saat dia harus lepas dari orang tua. Kita tidak mungkin bisa mendampinginya setiap saat dan mengambil alih semua permasalahan yang dia hadapi.

Anak perempuanku tumbuh sebagai seorang anak yang selalu menjadi pusat perhatian, karena dia adalah anak pertama, cucu pertama dari kedua belah pihak. 

Perhatian, kasih sayang dan kemanjaan yang berlebihan bisa jadi membuatnya menjadi anak yang agak egois, keras kepala, kurang peka dan perhatian kepada orang lain. Dilain sisi, sejak kecil prestasi akademisnya sangat membanggakan. 

Dia memiliki disiplin dan determinasi untuk mencapai nilai terbaik mencapai cita-cita yang diinginkan Dia mencapai sarjana kedokteran tepat waktu dan dilanjutkan dengan profesi dokter sampai bekerja sebagai dokter PTT di Puskesmas, dilanjutkan dengan bekerja sebagai dokter yang menangani estetika kulit. 

Semuanya tampak berjalan mulus, belum menemukan permasalahan yang cukup berat dalam hidupnya.

Setelah menikah dan mulai hidup mandiri bersama suami, riak-riak permasalahan mulai muncul sebagaimana umumnya sebuah keluarga. Masalah yang datang silih berganti antara masalah internal rumah tangga dan dunia kerja. 

Akhir-akhir ini saya sering mengkhawatirkannya karena tampaknya dia mulai sering berusaha menyakiti dirinya saat menghadapi masalah atau dia melakukan tindakan impulsif yang kadang menimbulkan masalah. 

Selepas sholat Subuh, saya mengirimkan pesan melalui e mail kepada anak perempuanku dengan harapan dia bisa mengambil manfaat dari apa yang saya tuliskan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline