Lihat ke Halaman Asli

irvan sjafari

TERVERIFIKASI

penjelajah

Perdagangan Karbon Butuh Kolaborasi Multipihak

Diperbarui: 8 November 2023   11:39

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dolly Priatna, Direktur Belantara Foundation-Foto: Dok Belantara

Perdagangan karbon merupakan salah satu cara untuk menurunkan emisi yang ditetapkan Perjanjian Iklim Perserikatan Bangsa-bangsa  (PBB), Protokol Kyoto pada 11 Desember 1997.  

Yang dimaksud perdagangan karbon adalah jual-beli sertifikasi atau izin untuk menghasilkan emisi karbon dioksida atau CO2 dalam jumlah tertentu. Sertifikasi atau izin pelepasan karbon itu disebut juga kredit karbon setara dengan pengurangan atau penurunan emisi sebesar satu ton CO2.

Pembakaran bahan bakar fosil (batu bara, gas dan minyak bumi), pembakaran hutan, dan pembusukan sampah organik menghasilkan emisi ini.

Para penjual kredit karbon adalah perusahaan atau negara yang kegiatannya mampu menyerap emisi CO2 atau yang kegiatannya menghasilkan sedikit sekali CO2. Contohnya antara lain, perusahaan konservasi hutan; pembangkit energi terbarukan.

Sementara pembeli kredit karbon  adalah industri, negara atau perusahaan yang menghasilkan emisi karbon dalam jumlah tinggi karena menggunakan bahan bakar fosil atau mengkonsumsi energi dalam jumlah besar.

Misalnya, pabrik baja, pembangkit listrik batu bara (PLTU) atau pembangkit listrik gas, pusat data dan sektor transportasi

Indonesia berkomitmen menurunkan emisi gas rumah kaca (GRK) yang tertuang dalam Nationally Determined Contribution (NDC)  lewat perdagangan karbon.

Untuk itu Pemerintah Indonesia menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon untuk Pencapaian Target Kontribusi yang Ditetapkan Secara Nasional dan Pengendalian Emisi GRK Dalam Pembangunan Nasional.


Peraturan Presiden tersebut salah satunya berisi tentang Indonesia berkomitmen untuk menurunkan emisi GRK secara sukarela sebesar 29% dibandingkan Business as Usual (BAU) di tahun 2030 dan sampai dengan 41% dengan dukungan internasional. Dalam upaya pemenuhan target NDC tersebut, sektor kehutanan diharapkan berkontribusi sebesar 17.4% dan sektor energi sebesar 12,5% dari total target NDC.

Dukungan Pemerintah hingga Sektor Swasta

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline