Raya, seorang balita berusia empat tahun dari sebuah kampung terpencil di Sukabumi, meninggal pada 22 Juli 2025. Kematiannya bukan karena kecelakaan atau penyakit yang sulit disembuhkan. Ia meninggal dengan tubuh yang dipenuhi cacing, sebuah kondisi yang seharusnya bisa dicegah dan diobati dengan mudah.
Cerita ini adalah potret nyata dari sebuah ironi yang begitu pahit yakni di tengah janji-janji pembangunan, masih ada nyawa-nyawa kecil yang hilang karena kemiskinan dan ketidakmampuan untuk mendapat pertolongan. Kematian Raya adalah sebuah tamparan keras bagi kita semua, sebuah kisah yang menuntut perhatian dan keadilan.
Keluarga Raya hidup dalam kemiskinan yang mencekik. Rumah mereka sederhana, bahkan bisa dibilang tidak layak. Kondisinya jauh dari kata nyaman atau bersih. Ibunya menderita gangguan jiwa. Sementara ayahnya sakit-sakitan, mengidap TBC yang membuat tenaganya terkuras dan tidak bisa bekerja dengan maksimal.
Situasi ini menciptakan lingkaran setan yang sulit diputus. Dengan orang tua yang tidak mampu memberikan perhatian dan perawatan penuh, Raya terpaksa berjuang sendiri. Ia kerap bermain di kolong rumah, di mana kebersihan adalah barang mewah. Di sana, ia berinteraksi dengan debu, kotoran, dan ayam-ayam yang berkeliaran.
Tangan mungilnya yang kotor sering kali masuk ke mulut tanpa sadar, dan di situlah cacing-cacing itu mulai bersarang. Pada awalnya, mungkin hanya dianggap penyakit ringan biasa. Tetapi seiring waktu, kondisi itu memburuk.
Cacing-cacing itu berkembang biak dan memakan nutrisi dari tubuhnya, membuat Raya semakin kurus dan lemas. Kondisi ini diperparah oleh asupan makanan yang tidak memadai. Ia tidak mendapat gizi yang cukup untuk melawan infeksi. Tubuhnya yang kecil tidak memiliki pertahanan apa pun.
Kematian Raya adalah puncak dari sebuah krisis yang sudah lama terjadi. Ayahnya yang sakit parah tidak bisa memberikan perawatan yang layak. Penyakit paru-paru yang dideritanya membuat tenaganya habis. Ia sendiri membutuhkan pengobatan, tetapi keterbatasan ekonomi membuatnya kesulitan.
Di sisi lain, sang ibu yang seharusnya menjadi tempat bersandar tidak bisa menjalankan perannya karena gangguan jiwa yang dideritanya. Raya, seorang anak yang polos, terjebak di tengah-tengah dua orang tua yang tidak berdaya. Ia tumbuh dalam keadaan yang tidak memungkinkan ia mendapat perhatian penuh.
Kondisi rumah yang kotor dan tidak layak huni menjadi tempat yang subur bagi penyakit. Cacing-cacing yang bersarang di tubuhnya adalah cerminan dari lingkungan tempat ia hidup. Sebuah lingkungan yang tidak aman bagi anak-anak.
Hal ini menunjukkan betapa pentingnya kebersihan dan sanitasi, yang sering dianggap sepele, namun bisa menjadi penentu hidup dan mati. Bagi keluarga Raya, menjaga kebersihan adalah hal yang sangat sulit. Setiap hari adalah perjuangan untuk bertahan hidup, dan hal-hal lain menjadi prioritas kedua.
Tidak ada yang tahu seberapa parah penderitaan yang dialami Raya. Ia mungkin sering merasakan sakit perut, lemas, dan tidak nafsu makan. Rasa sakit itu mungkin sudah ia rasakan sejak lama, tetapi tidak ada yang bisa melihatnya dengan jelas.