Lihat ke Halaman Asli

Jumari (Djoem)

Obah mamah

Budaya Open House

Diperbarui: 26 Juni 2015   02:18

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Kenapa budaya? Karena sudah dari dulu ada (mungkin). Bak seorang raja yang bijaksana dan banyak penggemar, itu yang terbersit dalam benak saya, ketika para petinggi negara, bahkan artis-artis, instansi ataupun orang kaya lainnya mengadakan OPEN HOUSE. Dimata saya ini sangat-sangat budaya KAPITAL sekali, dimana selalu orang miskin kalah posisi dan harus mengemis meminta maaf kepada yang lebih mampu. Di mana rakyat harus bersusah payah mengantri dan berbondong-bondong tilik NDARA presidennya, atau pengertian yang lainnya.

Teringat dalam cerita wayang, bahwa dalam tradisi kenegaraan sebuah kerajaan ada tradisi yang bernama NITI BAWAH. Niti bawah ini kondisinya bersebrangan dengan apa yang dinamakan OPEN HOUSE. Karena Niti Bawah ini seorang raja yang dikawal prajurit pribadi bersusah payah mendatangi rakyatnya yang jelata. Jalan-jalan sepanjang dilewati sang raja jadi ramai dan meriah. Sama-sama pamer, tetapi lebih tepat dan ngajeni SANG RAJA, karena bersusah payah.

Jujur dalam hati kecil aku menangis melihat kesenjangan yang semakin dibuat-buat, ironisnya yang tertindas makin gagap kalau memang ditindas. Benar tidaknya kata tertindas dan penindas yang saya maksud, silahkan direnungkan masing-masing individu. Tertindas berarti secara hak dasar seperti (pendidikan, pekerjaan, kepercayaan, hukum dan kemerdekaan) sudah dimonopoli dan diprioritaskan pada yang BERMODAL. Ntah terasa atau tidak silahkan itu perenungan masing-masing.

Keangkuhan semakin terlihat gila, ketika saya menyaksikan orang-orang buta yang berjalan berderetan guna mengantri amplop dan bersalaman dengan PRESIDEN. Ntah itu mereka tulus datang atau sebuah permainanpun tiada yang tahu kecuali jiwa masing-masing. Orang buta terpaksa datang dan berjalan mendatangi yang sehat bisa melihat yang berdiri menanti, disyuting TV disaksikan para pemirsa TV terus, bahkan mungkin di tulis. Bagaimana menurut anda? Akankah karena jabatan terus kita berpihak pada yang bermodal dan yang dipertuan? Silahkan renungkan. Salam Damai di hari kengerian awal bulan Syawal 1432 Hijriyah.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline