Lihat ke Halaman Asli

Julius Deliawan

https://www.instagram.com/juliusdeliawan/

Racun dalam Kata

Diperbarui: 19 Februari 2020   09:10

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber gambar: pixabay.com

Tidak ada yang salah dengan air yang mengalir jernih diantara bebatuan. Pendaki gunung juga biasa memanfaatkannya untuk minuman atau memasak. Sampai akhirnya seseorang bilang, "dari kali langsung? Jorok tau !"

Bertahun, berabad malah, sayur dicuci dengan air yang mengalir tanpa sabun. Sampai akhirnya, ada perusahan sabun memperkenalkan sabun pencuci buah dan sayuran, sambil bilang, "ini lebih hiegenis."

Puluhan tahun, seseorang tidak terganggu dengan keberadaannya. Tidak merasa miskin, ataupun buruk. Sampai akhirnya, seseorang sharing tentang kemiskinanannya, dia sadar, dia lebih miskin dari temannya. Dan menjadi merasa lebih buruk.

Begitu bahagianya seorang anak menceritakan prestasinya, sampai akhirnya ada yang bilang, "segitu aja, lebay loe!"

Kalimat itu menghentikan ceritanya, meracuni mimpinya, dan seketika memupus kuncup yang siap berkembang. Atau ini juga hanya lebay.

Tidak mudah merangkai kata, menjadi untaian kalimat yang bernas. Memberi gizi dan sama sekali tidak meracuni. Lantas karena ketidakmampuan, kita cuma bilang, "aku sedang memberi pupuk kandang, supaya ia tumbuh dan berkembang."

Pasti yang bilang begitu bukan petani, karena melupakan banyak komponen lain dalam pupuk kandang. Jika 100 % kotoran sapi, apalagi belum terfermentasi juga bikin tanaman cepat mati.

Penyedap rasa pun meracuni, apalagi anti nyamuk semprot meski di kemas wangi. Begitulah kata-kata, racun yang perlahan membuat banyak orang sekarat. Tetapi juga vitamin yang membuat banyak orang menjadi kuat. Semoga kita semua sehat.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline