Lihat ke Halaman Asli

Tentang Dinda, Ibu Hamil, dan Egoisme Kita

Diperbarui: 23 Juni 2015   23:33

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

13977097681733657866

[caption id="attachment_320305" align="aligncenter" width="472" caption="Sumber foto: elmoefendo.files.wordpress.com"][/caption]

Beberapa hari ini, dunia social media heboh oleh tulisan seorang remaja bernama Dinda yang mencela ibu hamil. Bagi Anda yang ketinggalan infonya, silahkan baca di sini.

Screenshoot tulisan Dinda tersebut bisa dilihat berikut ini.

13977101941539517009

1397708489894851933

Dalam waktu singkat, para penghuni social media pun mengkritisi sikap Dinda yang dinilai tidak empati terhadap ibu hamil. Bahkan banyak yang mendoakan dia semoga tidak bisa hamil sehingga tak akan merepotkan orang lain. Hm.. saya sih berharap semoga doa ini tidak terkabul :-)

Dan pagi ini (17 April 2014) saya membaca info bahwa Dinda sudah menyesal dan meminta maaf. Jadi masalah ini sudah selesai. Case closed. Tak perlu dibahas lagi. Kita ambil hikmahnya saja.

dinda sudah minta maaf

Nah, hikmahnya itulah yang hendak saya bahas pada artikel ini. Jadi mohon maaf, saya tidak bermaksud mengungkit kesalahan orang lain, padahal orangnya sudah menyesal dan minta maaf. Secara pribadi saya mengacungkan dua jempol buat Dinda, mengagumi kebesaran hatinya untuk meminta maaf kepada publik.

* * *

Pada dasarnya, semua manusia itu egois. Hanya memikirkan diri sendiri. Misalnya ketika seorang anak menangisi kepergian ibunya yang meninggal dunia, sebenarnya dia tidak sedang memikirkan ibunya yang pergi. Dia sebenarnya sedang memikirkan dirinya sendiri yang tak punya ibu lagi. Itulah sebabnya, kalau ada adegan di sinetron tentang kematian seorang ibu, biasanya anaknya yang masih kecil menangis sambil berteriak, "Ibuuuu... jangan tinggalkan akuuuuuu!!!" :-D

Ketika mencela si ibu hamil, Dinda pun sebenarnya sedang membuktikan kebenaran teori ini. Ya, Dinda menunjukkan sikap egoisnya. Sama seperti kita semua yang juga egois. Saya pun sebenarnya egois. Ketika menulis artikel ini, yang saya pikirkan adalah diri saya sendiri. Saya ingin mengekspresikan diri lewat tulisan. Saya ingin pendapat saya dibaca dan disetujui oleh pembaca.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline