Lihat ke Halaman Asli

Johansyah M

Penjelajah

Gawai dan Etika Anak Kita

Diperbarui: 31 Mei 2020   14:09

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dokpri

Ini pengalaman Idul Fitri tahun lalu, di mana kami bersilaturrahmi ke beberapa tempat; teman maupun saudara. Salah satunya ke tempat saudara sepupunya Ayah yang biasa kami panggil Pak Wo (bahasa Gayo) yang tinggal di kampung Asir-asir Kabupaten Aceh Tengah. Berkebetulan personil saya lengkap, ada istri dan anak-anak.

Setibanya di sana, kami dipersilahkan duduk. Tidak lama kemudian bersalaman sambil memohon maaf lahir batin. Tak ketinggalan juga mengajari anak saya yang bungsu; 'ayo salaman sama kakek nak'. Lalu dia pun menyalami.

Kami pun ngobrol tentang banyak hal sambil menunggu si nenek yang kebetulan sebentar keluar rumah mencari daun sirsak untuk si kakek. Di sela itu, anak saya minta; 'ama (ayah), minta gawai-nya'. Bicaranya belum begitu fasih karena usianya belum genap tiga tahun.

Saya kasih saja gawai pada anak yang kebetulan saya pangku. Kakeknya senyum dan mengatakan pada saya; 'haaa, hati-hati, ini tantangan buat kamu, anak-anak sekarang di mana-mana main gawai. Dan saya lihat karena saking asyiknya memegang gawai, dia tidak dengar dan tidak peduli ketika ada yang bertanya, menyapa, atau menegurnya. Ini kan bagian dari etika atau akhlak yang harus kita tanamkan kepada anak. Anak itu harus diajarkan agar bersopan santun kepada orangtua. Jangan sampai gara-gara teknologi ini, mereka buta dengan nilai-nilai akhlak'. Begitu katanya.

Apa yang diungkapkan kakeknya anak-anak pada saya itu memang benar. Sekarang kalau kita pulang kerja pun terkadang langsung tanya; 'gawainya mana yah, aku mau main games', katanya. Jadi terkadang dia menunggu kita bukan karena rindu ayahnya, tapi rindu gawai ayahnya, hehehe.

Beberapa kali ketika ada waktu senggang di rumah, saya pernah memperhatikan kenapa suasananya senyap, tidak ada keributan, biasanya ada saja yang diributkan. Mulai dari rebutan kue, mainan mobil-mobilan, bahkan rebutan hp juga. Tapi kok diam? Rupanya masing-masing sudah pegang gawai. Ada yang main games, ada juga yang menonton youtube.

Apa yang saya rasakan ini, tentu kita rasakan semua. Bukan khawatir berlebihan seorang kakek terhadap cucunya. Tapi kelihatannya ini bukan masalah kecil juga. Perlu perhatian yang inten dari orangtua. Jangan sampai teknologi yang sebenarnya bermanfaat bagi kehidupan kita ini, nanti menjadi mudharat dan membahayakan.

Agar tidak sampai menjadi mudharat, maka sebaiknya orangtua melakukan beberapa langkah nyata ini; pertama, membatasi waktu anak menggunakan gawai. Jangan sampai sehari suntuk dia tidak terlepas dari gawai. Banyak hal yang kita khawatirkan, mulai dari kerusakan mata, tidak baik untuk perkembangan otak, dan ketergantungan terhadap gawai.

Kedua, membuat aktivitas lain yang berbasis permainan tapi bukan menggunakan hp. Kalau ada waktu ajak anak ke luar rumah dan bawa ke tempat tertentu yang mungkin memotivasi mereka untuk bermain atau melakukan aktivitas tertentu di sana.

Selama covid ini saya kerap bawa anak-anak ke kebun. Lumayan, di sana mereka terkadang asyik bermain lumpur, main kejar-kejaran, mencari ikan karena kebetulan ada aliran air juga, dan kegiatan-kegiatan lain yang tampaknya mereka nikmati. 

Kegiatan ini banyak sedikitnya dapat mengalihkan mereka dari ketergantungan terhadap gawai. Tentu masih banyak aktivitas serupa lainnya yang dapat dilakukan untuk mengalihkan perhatian mereka dari gawai.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline