Lihat ke Halaman Asli

Johan Japardi

Penerjemah, epikur, saintis, pemerhati bahasa, poliglot, pengelana, dsb.

Membaca Lebih Lanjut (Sedikit) dari Buku Wak Uteh

Diperbarui: 21 Mei 2021   16:13

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dokpri

Wak Uteh semasa lebih muda, dari foto profil WA dan ditayangkan atas seizin wak Uteh.

Dalam artikel saya kemarin tentang Buku Kesayanganku Saat Masih Anak-anak yang Bukan Berbentuk Buku, saya jelaskan bahwa "buku"  yang saya maksud adalah lagu-lagu wak Uteh, dan dari lagu beliau yang tak terhitung jumlahnya itu, saya berbagi pembelajaran pertama dari lagu "Tutur Melayu," yang menjelaskan apa itu "uteh." Lalu saya lanjutkan dengan lagu 3-in-1: "Cak Cak Umpan, Yalah Molek, dan Silalaule Silalaukong" yang pernah dikonteskan bagi anak-anak SD.

Artikel ini menurut saya sudah memadai sebagai introduksi saya tentang pribadi sang seniman sekaligus pendidik itu. Saya juga menyatakan bahwa berhubung karena terlalu luasnya cakupan pembelajaran yang bisa dipetik dari hanya 3 lagu (mulai sekarang dan seterusnya saya sebut "buku") ini, jadi saya ringkaskan saja.

Sampai di sini, pantaslah saya katakan bahwa satu dua artikel tidaklah mungkin cukup untuk berbagi pembelajaran dari wak Uteh, dan sekarang saya akan bagikan sebuah aspek lain dari sebuah buku lain karya wak Uteh, yang berjudul "Wak Uteh" juga. Tadi saya mengirim sebuah pesan WA ke wak Uteh yang saya mulai dengan menanggapi status beliau, "Sibuk": "Alamak, sibuk wak ya?"

Beliau langsung menelepon saya, saya kirimkan tautan ke artikel di atas. Lalu saya minta dikirimi foto real-time beliau dan sambil menunggu foto tersebut, saya pun mulai mengetik artikel ini. Foto judul di atas saya ambil dari foto profil WA wak Uteh dan akan saya tambahkan begitu saya menerima foto real-time tersebut.

Wak Uteh, judul pertama dari paket berisi 13 buku (adaptasi dari dialek Tanjungbalai ke bahasa Indonesia):

Cerita ini mari kita dengarkan
Seayah seibu kami ada sembilan
Delapan perempuan laki-laki aku seorang
Ayah pergi ke laut ibu menyobek daun
Berhenti kelas empat, aku sudah memukat
Umurku enambelas aku sudah dinikahkan
Anyaleh anyaleh nyaleh kawan

Reff.
Oh yayo yayo yayo 2x
Wak Uteh wak uteh itulah namaku
Tak kenal sepatu apalagi minum susu
Minum susu minum susu minum susu susu susu
(Bagaimanalah kawan hendak minum susu, uang pun tak ada, nasib nasib)

Punya istri yang garang, omelannya panjang-panjang
Kerjanya bertandang, mengepoi harta orang
Punya putra-putra yang lajang, semua pengangguran
Sebentar-sebentar meminta uang, tak diberi mereka meradang
Lain lagi si Munah, sudah pandai bergaya
Gincu, bedak, celana, tak dibelikan dia marah
Anyaleh anyaleh nyaleh kawan

Kembali ke Reff.

Cerita ini jangan simpan di hati
Lebih baik berkumpul sambil menari-nari
Tariku tari lenggang, berdisko pun tak pantang
Tapi jangan menjalang, kena pukul lintang pukang
Kukilik dan kuterjang untuk mencari uang
Sampai badan meriang tapi tetap saja kurang
Anyaleh anyaleh nyaleh kawan

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline