Lihat ke Halaman Asli

Jilal Mardhani

TERVERIFIKASI

Pemerhati

Drama Pencalonan Presiden Indonesia 2019-2024

Diperbarui: 11 Juli 2018   09:29

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Saya pilih Joko Widodo, jika beliau kelak diajukan sebagai calon Presiden Republik Indonesia 2019-2024. Siapapun wakil yang dipasangkan mendampinginya.

Pertimbangan saya jelas dan tegas.

Dia tak memperkaya diri sendiri. Juga istri dan anak-anaknya. Jika dibandingkan dengan presiden manapun yang pernah memimpin kita, pertumbuhan hartanya dihitung per satuan waktu, sama sekali pasti tak berarti. Silahkan cek toko sebelah, deh.

Mantan Walikota Solo dan Gubernur Jakarta itu, juga bekerja sepenuh hati dalam menunaikan amanah. Dalam kesederhanaan dan keterbatasan yang dimilikinya, dia berupaya menuntaskan hal yang paling mungkin dilakukan.

Di tengah sistem demokrasi dan tata negara yang tersedia hari ini, membangun infrastruktur fisik untuk memperkuat modal penyelengaraan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia di masa depan, adalah yang paling mungkin. 

Sesuatu yang sangat terukur untuk dilakukan dalam 5 tahun pertama kekuasaannya. Hal yang mampu dengan mudah dipastikan terselenggara, tanpa harus terlalu hirau terhadap tekanan maupun manuver lawan politik. Mulai dari penganggaran hingga penugasan pihak yang melaksanakan.

Sementara itu, pada sejumlah hal lain yang diwariskan masa lalu dan terlanjur berdiri sebagai 'preseden', kita semua justru menyaksikan kerumitan upaya yang perlu dilakukan Joko Widodo, untuk membenahi dan sekedar 'meluruskan'-nya kembali. 

Meski ia telah berupaya maksimal untuk mengerahkan segenap kekuasaan dan orang-orang terbaik yang berada di sekitarnya.  

Lihatlah perjalanan panjang yang harus dilaluinya untuk mengambil alih saham perusahaan tambang Freeport yang sejak berpuluh tahun lalu begitu leluasa mengeruk isi perut Papua. 

Kegundahan Joko Widodo bukan hanya pada soal bagian dari hasil penambangan yang menjadi hak kita. Tapi juga tentang pengembangan nilai tambah yang selama ini justru seperti 'sengaja' disia-siakan. Semata karena terbukanya peluang bancakan istimewa yang dapat dilakukan lingkaran 'elite' yang berada di sekitar kekuasaan Negara saat itu.

Maka, atas nama landasan hukum perjanjian yang ditanda tangani pemegang kekuasaan masa lalu bersama perusahaan yang menjadi mitra kerjasama kita, hak-hak istimewa pada kekayaan bumi tersebut, di sana-sini justru telah tergadaikan. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline