Lihat ke Halaman Asli

Jihan Madubun

Kontributor Tulisan

Paradoks Efisiensi Anggaran: Dampak Pemangkasan Dana Pendidikan di Era Presiden Prabowo

Diperbarui: 13 Februari 2025   11:33

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

cdn.ajnn.net

Kebijakan efisiensi anggaran yang diterapkan oleh Presiden Prabowo Subianto memiliki dampak signifikan terhadap sektor pendidikan di Indonesia. Meskipun bertujuan untuk mengalokasikan dana secara lebih efektif, terutama untuk program makan bergizi gratis bagi siswa, pemangkasan anggaran ini menimbulkan berbagai konsekuensi yang perlu dicermati.

Salah satu dampak langsung dari kebijakan ini adalah pengurangan anggaran pada Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah. Anggaran kementerian tersebut dipotong sebesar Rp8 triliun, termasuk pengurangan besar-besaran dalam pos alat tulis kantor. Meskipun terlihat sepele, pengurangan ini berpotensi memengaruhi operasional harian di sekolah-sekolah.

Pemotongan anggaran ini juga berdampak pada berbagai program pendidikan yang telah direncanakan. Misalnya, program rehabilitasi dan peningkatan sarana serta prasarana pendidikan terpaksa ditunda atau dibatalkan. Hal ini dapat menghambat upaya peningkatan kualitas pendidikan dan aksesibilitas bagi siswa di berbagai daerah.

Kebijakan efisiensi anggaran yang diterapkan pada tahun 2025 ini juga membawa dampak signifikan terhadap program sertifikasi guru di Indonesia. Salah satu konsekuensi langsung adalah pengurangan target peserta Pendidikan Profesi Guru (PPG). Awalnya, pemerintah menargetkan 806 ribu guru untuk mengikuti PPG, namun akibat pemangkasan anggaran, hanya sekitar 400 ribu guru yang dapat mengikuti program tersebut. Selain itu, pemotongan anggaran juga berpotensi memengaruhi pembayaran tunjangan kinerja dan sertifikasi bagi dosen dan guru. Meskipun beberapa program penting seperti Program Indonesia Pintar (PIP) dan Kartu Indonesia Pintar (KIP) Kuliah tetap dipertahankan, kekhawatiran muncul terkait kesejahteraan tenaga pendidik. Anggota Komisi X DPR RI, Sofyan Tan, mengungkapkan keprihatinannya bahwa tunjangan kinerja dosen yang diusulkan sebesar Rp2,5 triliun belum terlihat dalam anggaran, yang hanya mencakup sekitar 30 ribu dosen dari total 80 ribu yang membutuhkan.

Berbagai pihak telah menyatakan keprihatinannya terhadap dampak kebijakan efisiensi anggaran ini. Menteri Agama, misalnya, mengungkapkan bahwa efisiensi anggaran sebesar Rp14 triliun akan berdampak pada sejumlah program prioritas, termasuk bantuan pendidikan seperti BOS, BOPTN, PPG, dan beasiswa. Namun, ia menegaskan komitmennya untuk tetap memberikan pelayanan terbaik bagi masyarakat meskipun dengan anggaran yang terbatas.

Terdapat paradoks dalam penerapan kebijakan efisiensi anggaran ini. Di satu sisi, pemerintah berupaya menghemat anggaran dengan memangkas berbagai pos belanja, termasuk di sektor pendidikan. Namun, di sisi lain, pembentukan kabinet dengan jumlah menteri yang lebih besar dari pemerintahan sebelumnya menimbulkan pertanyaan terkait konsistensi dalam penerapan efisiensi tersebut.

Kebijakan efisiensi anggaran yang diterapkan pemerintah memiliki tujuan mulia untuk mengalokasikan dana secara lebih efektif. Namun, implementasinya perlu dilakukan dengan hati-hati agar tidak mengorbankan sektor-sektor vital seperti pendidikan. Diperlukan evaluasi dan penyesuaian kebijakan yang tepat agar efisiensi anggaran tidak menghambat upaya peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline