Lihat ke Halaman Asli

Piala Thomas 1982, Bangkitnya sang Naga!

Diperbarui: 26 Juni 2015   08:47

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

12972078841443128317

(Kisah sedih tentang robohnya supremasi bulutangkis Indonesia)

Membandingkan dengan kekalahan Indonesia di ajang Piala Thomas 1967 sungguh tidak relevan, karena tahun 1967 Indonesia tidak pernah benar-benar kalah. Terbangnya Piala Thomas 1967 ke Malaysia adalah keputusan politis bukan karena kalah di lapangan.

Kekalahan di final Piala Thomas 1982 ini adalah kekalahan murni di di lapangan. Meskipun kalah karena tidak beruntung. Kalah ya tetap kalah, gak pakai andai begini, andai begitu.

Tapi memang menyakitkan,meskipun hanya untuk menceritakannya kembali!

Bulutangkis Indonesia 1982

Di arena kejuaraan beregu putra Piala Thomas, Indonesia benar-benar menikmati kejayaannya sejak 1973. Bermaterikan Rudy Hartono, Liem Swie King, Iie Sumirat di tunggal dan pasangan Tjuntjun/Johan Wahyudi serta Ade Chandra/Christian di ganda, tidak ada lawan yang mampu mencuri 1 angka pun dari tim Indonesia.

Tahun 1976 Indonesia menewaskan Malaysia 9-0. Dari 9 partai hanya pasangan Dominic Soong/Cheah Hong Chong yang mampu memaksa rubberset Tjuntjun/Johan Wahyudi.

Tahun 1979 Indonesia menggilas Denmark juga dengan 9-0. Dan hanya Iie Sumirat yang terpaksa bermain rubberset, masing-masing melawan Svend Pri dan bintang muda Denmark, Morten Frost.

Kalaupun China sudah "muncul" saat itu, hampir pasti Indonesia mampu mendapat 4 angka dari ganda. Skor yang paling buruk adalah 5-4 atau maksimal 7-2 untuk Indonesia.

(hal ini sudah teruji di Asian Games 1978, Indonesia menyabet emas beregu putra dengan mengalahkan China 3-2).

Karena itulah Indonesia terlena, merasa bahwa para pahlawan ini tidak punya batas dan lupa melakukan pembinaan.

Tahun 1982 adalah tahun suram buat ganda Indonesia. 2 pasangan ganda legendaris Indonesia, yang hampir selalu memastikan perolehan angka di kejuaraan beregu di manapun, secara sekaligus bubar berantakan. Ade Chandra memutuskan untuk menggantungkan raket. Tjuntjun/Johan Wahyudi bersama menyatakan mundur dari bulutangkis, karena masalah pribadi yang muncul usai kekalahannya di final All England 1981, oleh pasangan senegaranya yang lebih muda, Kartono Hariatmanto/Rudy Heryanto.  Pasangan baru iniyang digadang-gadang mampu meneruskan prestasi pendahulunya, ternyata tidak stabil. Di semi final All England 1982, mereka menyerah oleh 2 saudara bintang muda asal Malaysia Razif/Jalani Sidek.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline